Suara.com - Peta investasi di Jawa Tengah berguncang hebat setelah Majelis Ulama Indonesia alias MUI Provinsi Jawa Tengah secara resmi menjatuhkan fatwa haram terhadap rencana pembangunan fasilitas peternakan babi modern senilai Rp1,5 triliun di Kabupaten Jepara.
Keputusan monumental ini menjadi puncak dari keresahan publik dan berpotensi membatalkan total proyek yang digadang-gadang akan menjadi salah satu investasi terbesar di kawasan tersebut.
Gelombang penolakan ini direspons tegas oleh MUI Jateng melalui fatwa yang dikeluarkan pada hari Jumat, 1 Agustus 2025.
Ketua MUI Jateng, Ahmad Daroji, menyatakan bahwa fatwa tersebut diterbitkan sebagai jawaban atas permohonan dari investor, PT Charoen Pokphand Indonesia, yang berencana menanamkan modal jumbo di Kota Ukir tersebut.
"Alhamdulillah MUI sudah mengeluarkan fatwa bahwa peternakan babi yang akan diselenggarakan di Jepara hukumnya haram," tegas Daroji kepada awak media.
Lebih jauh, fatwa ini tidak hanya melarang konsumsi produknya, tetapi meluas ke semua bentuk partisipasi.
MUI Jateng menegaskan bahwa hukum haram berlaku bagi umat Muslim yang membantu, mendukung, memfasilitasi, apalagi bekerja secara langsung di dalam operasional peternakan babi tersebut.

Menurut Daroji, proyek ini diibaratkan seperti minuman keras atau khamar dan perjudian.
Meskipun mungkin menawarkan sedikit manfaat ekonomi sesaat, potensi kerusakan atau mudarat yang ditimbulkan terhadap nilai-nilai moral dan keagamaan masyarakat dinilai jauh lebih destruktif.
Baca Juga: Geger MUI Jatim Haramkan Sound Horeg: Budaya Dibungkam atau Gangguan Terlalu Parah?
Ia menambahkan bahwa keberkahan rezeki jauh lebih esensial daripada sekadar nominal investasi yang ditawarkan.
Sikap tegas MUI ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah. Bupati Jepara, Witiarso Utomo, yang akrab disapa Wiwit, mengungkapkan bahwa sejak awal pihaknya telah menetapkan syarat mutlak bagi investor.
Syarat tersebut adalah keharusan mengantongi persetujuan dari MUI serta organisasi keagamaan besar seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebelum proyek berjalan.
"Potensi retribusi dan nilai CSR bukan menjadi pertimbangan utama kalau itu bertentangan dengan prinsip religius masyarakat Jepara," ujar Wiwit, menegaskan bahwa nilai-nilai keagamaan tidak dapat ditawar.

Di tengah polemik yang memanas, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mencoba mencari jalan tengah. Wakil Gubernur Taj Yasin menyatakan bahwa lokasi investasi tersebut akan dicarikan alternatif lain.
"Kalau saran kami, nanti bisa dibicarakan lagi. Kita cari tempat yang lain kalau masih memungkinkan," kata Yasin.