Suara.com - Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, yang menegaskan bakal turun gunung ke gelanggang politik jelang Pilpres 2024, berbuntut polemik dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP.
Sebab, SBY dalam pidatonya di Rapat Pimpinan Nasional 2022 Partai Demokrat, Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Kamis pekan lalu, menyatakan turun gunung karena mengendus aroma Pilpres 2024 sudah diseting.
Namun, politikus senior PDIP Aria Bima menilai, retorika SBY tersebut mengindikasikan kekhawatiran putra sulungnya yang merupakan Ketua Umum Partai Demokrat tidak mendapat tiket sebagai peserta Pilpres 2024.
"Bagaimana dia bicara mengenai pemilu itu dikaitkan pemilu 2014 dan 2019 (era Jokowi). Kenapa enggak dikaitkan Pemilu 2009 (era SBY) yang waktu itu sangat lebih tidak jujur," ungkap Aria Bima dalam wawancara Kompas TV, Senin (19/9/2022).

"Saya melihat ini kekhawatiran tidak ingin terjadinya lagi peristiwa AHY yang tidak mendapatkan partai untuk mencalonkan sebagai capres atau cawapres," tambahnya.
Aria Bima menilai, pidato SBY itu untuk mengantisipasi bila nanti AHY tak menjadi capres atau cawapres, akan disebut sebagai penjegalan.
"Kalau enggak mendapatkan dukungan jangan bilang dijegal," kata anggota DPR RI tersebut.
"Pernyataan SBY ini menunjukkan kekhawatiran beliau, kalau sampai ada dua calon [capres-cawapres] kemudian AHY enggak bisa masuk, sehingga itu nanti dikatakan penjegalan."
Pernyataan SBY soal turun gunung
![Mantan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). [Istimewa]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/04/01/14169-mantan-presiden-ke-6-ri-susilo-bambang-yudhoyono-sby-istimewa.jpg)
Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, SBY mengklaim bahwa dia mendengar kabar dan tanda-tanda Pemilu 2024 bakal tidak jujur dan tak adil.