Dalam peristiwa berdarah tersebut, dilaporkan empat warga sipil meninggal dunia akibat luka tembak dan tusukan. Sedangkan, 21 orang menjadi korban penganiayaan. Dari laporan Komnas HAM, peristiwa kekerasan tersebut terjadi dan tidak lepas dari status Paniai sebagai daerah rawan dan adanya kebijakan atas penanganan daerah rawan.
Ketua Tim Ad Hoc penyelidikan pelanggaran berat HAM peristiwa Paniai Choirul Anam menyebut, kekerasan yang telah terjadi memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan.
"Peristiwa Paniai tanggal 7-8 Desember 2014 memenuhi unsur kejahatan kemanusiaan, dengan elemen of crimes adanya tindakan pembunuhan dan tindakan penganiayaan. Sistematis atau meluas dan ditujukan pada penduduk sipil dalam kerangka kejahatan kemanusiaan sebagai prasyarat utama terpenuhi," kata Anam dalam keterangannya beberapa waktu silam.
Anam mengatakan, timnya telah melakukan kerja penyelidikan dengan melakukan pemeriksaan para saksi sebanyak 26 orang, meninjau dan memeriksa TKP di Enarotali Kabupaten Paniai, pemeriksaan berbagai dokumen, diskusi ahli dan berbagai informasi yang menunjang pengungkapan peristiwa pada tanggal 7–8 Desember 2014 tersebut.
Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut disimpulkan bahwa anggota TNI yang bertugas pada medio peristiwa tersebut, baik dalam struktur komando Kodam XVII/ Cenderawasih sampai komando lapangan di Enarotali, Paniai diduga sebagai pelaku yang bertanggung jawab.
Tim Penyelidik juga menemukan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Kepolisian, namun bukan dalam kerangka pelanggaran HAM berat. Oleh karenanya, direkomendasikan untuk menindaklanjuti pelanggaran tersebut dan memperbaiki kepatuhan terhadap hukum yang berlaku, khususnya terkait perbantuan TNI-Polri.