"Apa alasan tidak langsung amankan CCTV?" tanya kuasa hukum Irfan.
"Bagi saya itu problem, tantangan bagi saya itu pada saat kami sudah melakukan olah TKP dan memang merasa situasi terintervensi ya. Terintervensi karena bukan lagi head to head, orang per orang, tapi memang situasi pada saat kami olah TKP itu status quo, kami itu sudah dimasukin sama dari Propam waktu itu," jawab Ridwan.
Ridwan yang kala itu masih menjabat sebagai Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan dan tim olah TKP merasa terguncang. Pasalnya, berbagai langkah sudah lebih dulu diambil oleh tim Propam Polri seperti mengambil barang bukti hingga para saksi.
"Nah, di situlah membuat energi dan fokus saya itu, untuk bagaimana saya bisa mendapatkan kembali barang bukti dan terutama saksi-saksi ini untuk saya meng-crosscheck daripada kebenaran atau investigasi lebih lanjut. Nah itulah yang membuat kita terpecah di situ untuk melakukan pengejaran sampai di Mabes, melakukan pengambilan dan sebagainya," jelas dia.
"Apakah tidak bisa pada saat melakukan itu terus yang satu mengamankan CCTV atau barang bukti lainnya?" tanya tim kuasa hukum.
Ridwan mengatakan, saat itu tim olah TKP sudah melakukan langkah yang jelas. Mulai dari briefing awal hingga melakukan pengawasan.
Namun tim olah TKP dari Polres Metro Jakarta Selatan mendapat kendala yang tak terduga. Salah satunya pengambilan barang bukti.
"Tapi pada saat itu, kendala yang kami hadapi itu kan diluar pemikiran kami, bahwa nanti ada pengambilan barang bukti dan saksi dari kami, yang membuat kami, saya, lebih fokus ke sana," sebut Ridwan.
"Jadi penyitaan DVR CCTV yang ada di pos ini baru dipikirkan nanti karena masih fokus di dalam rumah?" tanya kuasa hukum Irfan.
"Iya, itu sudah masuk dalam perencanaan, setelah dari dalam. Kan sistemnya kan, kami melakukan spiral kan, metode yang kami mainkan, kan, nanti makin meluas," beber Ridwan.