Suara.com - Situasi keamanan bagi jurnalis di wilayah Papua dan Papua Barat menjadi salah satu hal yang masuk dalam catatan akhir tahun 2022 bertajuk 'Serangan Meningkat, Otoritarianisme Menguat' yang dirilis Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Sepanjang tahun 2022, tercatat ada empat kasus serangan yang menyasar tujuh jurnalis yang bekerja di wilayah Papua dan Papua Barat.
Koordinator Bidang Advokasi AJI Indonesia Erick Tanjung mengatakan, empat kasus itu meliputi kekerasan fisik, kekerasan seksual, penyensoran, dan pelaporan pidana. Terbaru, jurnalis perempuan di Papua menjadi korban kekerasan seksual dalam bentuk ancaman verbal ketika meliput persidangan.
"Kekerasan seksual ini juga terbaru di Papua dalam bentuk ancaman verbal, pernyataan seseorang akan diperkosa. Itu terjadi saat jurnalis perempuan di Papua meliput di persidangan," kata Erick dalam diskusi daring, Senin (16/1/2023).
Erick menambahkan, jumlah serangan terhadap jurnalis di Papua pada 2022 meningkat jika dibandingkan tahun 2021 dengan catatan tiga kasus dan tiga korban. Tidak hanya itu, AJI Indonesia juga tidak menutup kemungkinan adanya tambahan kasus di tahun 2022 yang belum terpantau.
"AJI tidak memungkiri banyak kasus lain di Papua yang di luar pantauan AJI. Karena kami kesulitan untuk verifikasi kasus di sana. Misalnya di wilayah pegunungan," sambungnya.
61 Kasus Sepanjang 2022
Sepanjang tahun 2022, tercatat ada 61 kasus serangan dengan rincian korban sebanyak 97 jurnalis dan pekerja media di 14 organisasi atau perusahaan media. Jumlah tersebut meningkat jika dibangkan dengan tahun 2021 dengan rincian sebanyak 43 kasus.
"Sepanjang tahun 2022, AJI Indonesia mencatat ada 61 kasus dengan rincian 97 korban dari jurnalis dan pekerja media dan 14 organisasi media. Jumlah kasus ini meningkat jika dibandingkan tahun 2021 yang terdapat 43 kasus," ucap Erick.
Dari 61 kasus yang terdata AJI Indonesia, ada 15 kasus dalam bentuk serangan digital, 20 kasus serangan fisik terhadap jurnalis, dan 10 kasus dalam bentuk intimidasi. Kemudian, ada tiga kasus kekerasan berbasis gender atau kekerasan seksual hingga 5 kasus dalam bentuk penangkapan dan pelaporan secara pidana.
Dari 15 kasus serangan fisik terhadap jurnalis, empat kasus di antaranya berkaitan dengan pemberitaan lingkungan dan konflik agaria. Kasus paling menonjol dialami oleh jurnalis Ampera News, Faisal yang dibacok pada bagian kepala, leher, hingga tangan pada 5 Desember 2022.
Saat itu, Faisal sedang meliput terkait isu pengolahan emas ilegal di Desa Mulyo Sari, Dusun Way Ratai, Lampung. Selanjutnya ada kasus pemukulan terhadap redaktur Cermat.id, Nurkholis Lamaau yang menulis artikel tentang batu bara oleh salah satu anggota keluarga Wakil Wali Kota Tidore.
Dalam bentuk serangan verbal maupun teror, AJI Indonesia mencatat ada 10 kasus dengan rincian sebanyak 8 jurnalis. Beberapa kasus ini terjadi lantaran sejunlah jurnalis yang menjadi korban menulis berita terkait dugaan korupsi yang terjadi di institusi kepolisian.
Insiden yang paling menonjol dialami oleh jurnalis NTBSatu.com, Mugni Agni. Dia mendapat teror secara beruntun usai menulis laporan berjudul "Terindikasi Fee Mengalir ke Oknum Penyidik Polda NTB Terkait Kasus Kosmetik Ilegal".
"Dia diintimidasi oleh anggota polisi dari Polda NTB. Polisi itu mengancam memakai KUHP yang baru disahkan agar korban tidak melanjutkan liputannya," papar Erick.
AJI Indonesia juga mencatat ada 5 kasus yang berkaitan dengan penangkapan, pemidanaan, dan gugatan secara perdata terhadap jurnalis di 2022. Misalnya, enam media yang digugat secara perdata sebesar Rp100 triliun ke Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan.