Hidup Tanpa Harapan, Rindu Rahima Pengungsi Afghanistan Akan Kampung Halaman

Senin, 13 Februari 2023 | 13:43 WIB
Hidup Tanpa Harapan, Rindu Rahima Pengungsi Afghanistan Akan Kampung Halaman
Bibi Rahima Farhangdost, pengungsi asal Afghanistan berunjuk rasa di depan kantor UNHCR Indonesia di Jakarta Selatan. [Suara.com/Arga]

Kemran mengenakan kaos berwarna hitam dan celana jeans. Siang itu, dia hilir mudik ke berbagai sisi yang menjadi lokasi unjuk rasa. Dia merekam dan memotret para demonstran yang berdiri di sepanjang bagian belakang kantor UNHCR.

Spanduk protes dibentangkan. Tulisannnya seperti ini:

“UNHCR WAKE UP"

"10 YEARS ENOUGH"

"UNHCR & IOM! STOP KILLING REFUGEES GRADUALLY"

Tidak lama berselang, Kemran bertukar posisi. Kini, megapon berada di genggamannya. Dalam beberapa tarikan nafas, perkara hidup yang terus begini terjadi dilantangkan oleh pria 20 tahun tersebut. "Hari ini kami di sini hanya minta bantuan kepada pemerintah Indonesia. Sudah banyak pengungsi sudah bunuh diri, banyak pengungsi sudah sakit. Kenapa kami di Indonesia sudah 10 tahun tidak ada yang tangggung jawab. Masalah HAM itu yang pertama harus ditangani."

"UNHCR, UNHCR. Proses, proses," ucap Kemran dan kemudian diikuti oleh massa aksi.

"UNHCR, UNHCR, Wake up. Wake up."

Langit Kuningan mendung memasuki pukul satu siang. Serangkaian orasi tetap berkumandang. Para pengungsi silih berganti meneriakkan resah. Lima menit berselang, gerimis turun. Pihak keamanan gedung mulai menutup penuh gerbang yang sebelumnya sedikit terbuka.

Baca Juga: Pervez Musharraf Meninggal di Pengasingan, Akibat Penyakit Langka yang Dideritanya Menahun

Para ibu-ibu membuka payung, mengajak anak-anak untuk berlindungan dari hujan. Massa aksi lainnya kemudian menggunakan spanduk yang tak terlalu besar untuk berteduh. Namun, Kemran tidak. Dia tetap memimpin aksi dan terus berteriak.

Tapi usaha itu tidak membuahkan hasil. Tidak ada perwakilan UNHCR yang datang menemui massa aksi. Hanya pihak pengola gedung yang mendekat dan berdialog dengan para pengungsi. Kemran mendekat, dan bertanya. "Apakah pihak UNHCR bisa turun menemui kami?" tanya Kemran.

"Kami hanya pengelola gedung. Kami hanya bisa menjembatani kalian dengan pihak UNHCR," jawab pengelola gedung.

"Kami manusia, kami manusia. Sudah hampir 10 tahun nasib kami tidak ada kejelasan," sela pengungsi lain.

"Jadi seperti ini, kami hanya memfasilitasi dan hanya perwakilan saja yang bisa masuk untuk bertemu," jelas pengelola gedung.

"Masalah kami berbeda-beda. Ini pengungsi punya masalah masing-masing. Apakah kami bisa masuk semua," tambah Kemran.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI