Suara.com - Lahan Tanah Merah Bawah yang ditempati warga menimbulkan polemik. Lahan yang kini jadi permukiman padat itu berdempetan dengan Depo Pertamina Plumpang di Jakarta Utara. Sehingga saat terjadi kebakaran di Depo Pertamina, banyak korban jiwa berjatuhan dari warga.
RAUT mukanya tampak letih. Frengky Mardogan berbaring di atas tumpukan karung berisi kasur lipat di Posko Pengungsian warga korban kebakaran Depo Pertamina Plumpang di Jakarta Utara, pada Kamis malam, 9 Maret lalu.
"Nyari siapa bang?" tanya dia kepada reporter Suara.com.
"Pak RW."
Mendengar itu, sejurus Frengky bangkit dari tumpukan barang bantuan tersebut. Usai pindah ke depan teras rumah warga yang terletak di depan posko, ia mulai bercerita.
Pria paruh baya itu sudah 28 tahun menetap di kampung Tanah Merah, sejak 1995. Mulanya ia bersama keluarga mengontrak di salah satu rumah di sana.

Ketika itu Frengky belum punya Kartu Tanda Penduduk atau KTP. Ia baru memiliki KTP saat mau masuk ke perguruan tinggi. "Waktu itu KTP saya buat pas mau kuliah, itu pun menumpang di alamat saudara yang ada di Pondok Gede, Jati Asih," kata Frengky.
Tak hanya Frengky, hampir seluruh warga Tanah Merah saat itu tak memiliki KTP berdomisi di wilayah itu. Hampir semua warga ketika itu kasusnya sama seperti dia. Sebab wilayah itu belum tercatat secara administrasif oleh pemerintah daerah. "Dulu banyak kejadian, misalkan kayak meninggal akibat kecelakaan. Jenazah diantar ke alamat (kerabat) yang ditumpangi," ucap Frengky.
Permukiman warga di Tanah Merah ketika itu hanya berupa blok sebagai penanda. Pada 2013, saat Joko Widodo menjabat Gubernur DKI Jakarta, warga mulai di data secara administrastif. Warga mulai memiliki alamat sesuai domisili.
Baca Juga: Korban Kebakaran Depo Pertamina Plumpang Dapat Kontrakan Gratis, Cuma Tiga Bulan Begini Rinciannya
Terjadi pemekaran RW, yang sebelumnya hanya tujuh RW, pada 2013 muncul empat RW baru di Rawabadak Selatan. Empat Rw baru itu untuk memfasilitasi warga di Tanah Merah.
Meski telah memiliki KTP sesuai dengan domisili, permasalahan warga Tanah Merah belum selesai. Mereka belum bisa mendapatkan suplai air bersih. Mereka tak memiliki kepastian mengenai kepemilihan lahan yang mereka tempati, masuk dalam kritaria zona merah bagi PDAM.
Dengan melajunya Jokowi ke kursi Presiden, membuat warga kampung Tanah Merah kehilangan payung. Pergantian kepemimpinan membuat mereka harus bersabar menunggu pimpinan berikutnya, berharap diayomi.
Ketika Anies Baswedan terpilih sebagai Gubernur DKI yang kemudian menepati kontrak politiknya. Anies memberikan IMB kasawan bagi warga. "Sebenarnya bukan IMB sementaranya. Kontrak komitmen politik saat itu melegalisasi lahan yang dianggap illegal. Itu yang masih saya ingat," ucap Frengky.
Anies pada saat itu memiliki komitmen politik dalam program 21 kampung prioritas dengan melegalisasi lahan perkampungan yang dianggap ilegal. "Salah satu bunyinya melegalisasi lahan-lahan yang dianggap illegal. Dianggap ilegal ya, bukan ilegal. Ini termasuk dari 21 kampung prioritas," tuturnya.
Sejak saat itulah penduduk di sana bisa merasakan menjadi warga masyarakat. Sejak saat itu warga mendapatkan yang belum pernah diterima selama ini, seperti air bersih, jalan beraspal hingga drainase pembuangan atau got. "Sebelumnya di sini hujan dikit banjir, kami pada main tinggi-tinggian rumah. Tapi gak punya got, jalan juga rusak parah," ucapnya.