Ada konflik internal
Sebelum menggugat KPU, pada internal Partai Berkarya juga sempat terdapat konflik. Ada dua kubu kepengurusan dan berawal saat Kemenkumham mengeluarkan Surat Keputusan terkait Pengesahan Perubahan Susunan Pengurus DPP Partai Berkarya periode 2020-2025.
Dalam surat itu, Kemenkumham menyetujui kepengurusan partai di bawah kepemimpinan Muchdi. Tommy Soeharto yang tak terima, lantas menggugat putusan tersebut ke PTUN Jakarta. Gugatannya pun berhasil dikabulkan pada 16 Februari 2021.
Kemenkumham dan Partai Berkarya melawan dengan mengajukan banding. Namun, dalam sidang putusan 1 September 2021, majelis hakim PTUN Jakarta menyatakan kepengurusan partai yang sah adalah di bawah kepemimpinan Tommy.
Dua belah pihak itu terus melanjutkan proses peradilan ke tingkat kasasi hingga akhirnya mereka menang. Proses tersebut terjadi di Mahkamah Agung pada 22 Maret 2022. Lalu, kubu Tommy rencananya akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Gugat KPU dan desak tunda Pemilu
Partai Berkarya menggugat KPU di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Selasa (4/4/2023) dengan nomor 219/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst. Gugatan ini dilayangkan usai mereka diputuskan tak lolos sebagai peserta Pemilu 2024.
Dalam gugatannya, Partai Berkarya meminta ganti rugi sebesar Rp240 miliar dan penundaan pelaksanaan Pemilu 2024. Situasi ini tak asing karena sebelumnya, Partai Prima juga melakukan hal serupa. Kemenangan yang diperoleh Prima membuat Berkarya mengikuti langkah tersebut.
Ketua Umum Partai Berkarya, Muchdi, mengaku heran mengapa KPU tak meloloskan partainya di tahap pendaftaran. Sebab, menurutnya, Berkarya bukan partai baru dan sempat menerima perolehan hampir tiga juta suara di Pemilu 2019.
Baca Juga: Contek Partai Prima, 5 Fakta Partai Berkarya Minta Pemilu 2024 Ditunda
Menanggapi gugatan tersebut, KPU menyatakan bakal mempersiapkan perlawanan. Hal ini akan dilakukan dengan lebih baik ketimbang saat menghadapi Partai Prima.