Makanan selundupan itu yang kemudian kerap dibawa Tumiso ketika berkunjung ke Savana Jaya. Tak sampai di sana, kedekatan Tumiso dengan tentara membuatnya punya akses khusus untuk melenggang masuk ke kampung-kampung. Kadang kala, Tumiso diajak para tentara berburu kembang desa.
Kehidupan di Savana Jaya, kata Heksa, terasa begitu lama. Oleh karena itu, ia memilih tinggal di Namlea. Pernah ada seorang tentara yang menempelengnya, karena merasa iri saat memancing tidak mendapat ikan.
"Pas saya mancing dekat tentara, tapi nggak pernah dapat-dapat. Saya sering dapat, dia marah-marah," tutur Heksa. Bukan cuma ditempeleng, ikan hasil tangkapan Heksa ikut diambil tentara tersebut.
Masih ingat betul Heksa dengan nama seorang tentara yang sering memukul anak di Savana Jaya. Tentara itu bernama Sanusi. Heksa dan anak-anak di kampung suka dipukul lantaran lupa memberi hormat saat tentara lewat.
"Duh kalau nyiksa. Bagaimana mencari kesalahan itu, dia itu kalau nggak mukul gitu, tangannya gatal," ucap Heksa.
Di lain kesempatan, Heksa pernah merasakan pedihnya cambuk rotan dan ekor ikan pari sesuai menari bersama teman-temannya. Para tentara merasa tidak terima dengan tarian yang ditampilkan karena dianggap melecehkan lambang negara burung Garuda.

Kendati begitu, ingatan Heksa tidak sebatas tentang penyiksaan dari para tentara. Masih ada tentara yang baik dan suka memberi permen untuk anak-anak di Savana Jaya.
Saat Heksa dan teman-temannya sedang menonton di balai desa, Hamid, nama tentara itu memanggil dan membagikan permen dan buku tulis.
"Namanya tentara itu juga manusia, ada yang galak ada yang baik," ucapnya.
Baca Juga: Denny Siregar Singgung Soal Upaya Mengkaburkan Jejak Rezim Orde Baru: Target Mereka Pemilih Muda
Di sela sesi wawancara, Heksa sempat menunjukkan sejumlah luka yang dialami sewaktu masih tinggal di Pulau Buru. Di bagian kepalanya tampak beberapa bekas luka jahitan akibat pukulan benda tumpul. Di wajah sisi kirinya, juga tampak segumpal daging bekas luka pukul dan giginya yang ompong di masa senjanya kini.
"Ini tuh, biar ndak saya tutupin. Biar jadi prasati," kata Heksa.
Bekerja Bareng Pramoedya
Pada 1977, Heksa ikut ke kampung halaman ayah angkatnya di Ternate. Dia berkenalan dengan seorang anak buah kapal bernama Umar. Keinginan hati Heksa untuk kembali ke tanah Jawa muncul.
"Apa nggak mau pulang ke Jawa? Mumpung ada kapal yang mau ke Jawa?" kata Umar kepada Heksa.
Mimpi pulang ke Jawa itu pun diceritakan Heksa ke ayah angkatnya setelah pulang ke Namlea.