
KPK Soroti Tata Kelola Lapas
Di tengah gonjang-ganjing dugaan putra Yasonna yang diduga memonopoli bisnis di Lapas, KPK mengeluarkan kajiannya. KPK menyebut lembaga pemasyarakatan menjadi kawasan yang paling rentan terjadinya tindak pidana korupsi.
"KPK telah melakukan identifikasi terhadap pengelolaan lapas, yang juga diduga merupakan salah satu sektor yang rentan terjadinya tindak pidana korupsi," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Selasa (9/5).
Hal itu dibuktikan dengan kasus korupsi yang pernah menjerat Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husein. Dia terjaring operasi tangkap tangan atau OTT pada 21 Juli 2018. Wahid pada saat itu baru empat bulan menjabat sebagai kepala lapas.
Selain itu, kata Ali, lembaga antikorupsi banyak menerima aduan dari masyarakat terkait praktik haram di lingkungan Lapas. Modusnya, pungutan liar, suap-menyuap, penyalahgunaan wewenang hingga barang dan jasa.
KPK setidaknya mengidentifikasi lima permasalahan tata kelola lapas. Pertama; kerugian negara akibat permasalahan over stay, kedua; lemahnya mekanisme check and balance pejabat dan staf Unit Pelaksana Teknis (UPT) Rutan/Lapas dalam pemberian remisi kepada Warga Binaan Pemasyarakatan (WBF), ketiga; diistimewakannya napi tipikor di Rutan/Lapas. Keempat; risiko penyalahgunaan kelemahan Sistem Data Pemasyarakatan (SDP), kelima; risiko korupsi pada penyediaan bahan makanan.
"Dari temuan tersebut menunjukkan tata kelola Lapas merupakan suatu urgensi yang harus segera diperbaiki demi memitigasi risiko korupsi," ujar Ali.
KPK pun mengeluarkan dua rekomendasinya, jangka pendek dan jangka menengah.
Untuk jangka pendek KPK mengeluarkan tujuh rekomendasi, yaitu:
1. Membuat dan menyepakati Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang pengembalian tahanan yang habis dasar penahanannya kepada pihak penahan, yang dilakukan Kementerian hukum dan HAM bersama-sama dengan penegak hukum terkait.