Suara.com - Sosok pemimpin Pondok Pesantren Al Zaytun Panji Gumilang belakangan ini mencuri perhatian publik.
Sebagai pemimpin pondok pesantren, Panji Gumilang dinilai kontroversial karena sejumlah perkataan dan perbuatannya dinilai bertentangan dengan umat Islam pada umumnya.
Beberapa kontroversi yang mencuat belakangan ini diantaranya tata cara salat ied di pesantren tersebut yang berbeda, yakni dengan mencampurkan shat laki-laki dan perempuan.
Selain itu, di pesantren Al Zaytun juga terdapat sejumlah doktrin tak biasa, seperti menyanyikan lagu Yahudi, diduga menghalalkan perzinahan dan menyatakan pergi haji tak perlu ke Mekkah.
Akibatnya, ponpes yang ada di Kabupaten Indramayu itu sempat didemo oleh sekelompok orang. Mereka meminta kepada pemerintah agar menutup ponpes itu karena dinilai meresahkan.
Di balik sosoknya yang kini kerap kali mengundang kontroversi, terungkap masa lalu seorang Panji Gumilang.
Masa lalunya dibeberkan oleh seorang pria bernama Endang Rahmat (64) yang merupakan warga Desa mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu.
Ketika ditemui awak media pada Rabu (28/6/2023) lalu, Endang mengaku mengenal Panji Gumilang sejak era 1960an. Ketika itu nama Panji adalah Abdussalam.
Pria asal Pendeglang, Banten itu mengaku pernah menjadi tetangga Abdussalam alias Panji Gumilang.
Baca Juga: Tetap Ramai Santri Baru, Biaya Sekolah di Al Zaytun Capai Rp 50 Juta Lebih!
Menurut Endang, pada era 1967-1968, Abdussalam dikenal warga Menes, Banten sebagai salah satu guru yang mengajar di madrasah tsnawiyah.
Sosoknya, lanjut Endang, cukup dihormati dan menjadi panutan anak-anak di wilayah Menes. Hal itu disebabkan karena Abdussalam adalah sosok yang dianggap ulama.
Endang yang usianya 14 tahun lebih muda dari Panji Gumilang atau Abdussalam mengaku sering berkomunikasi dengannya.
Apalagi rumah Panji Gumilang dan Endang di Menes hanya terpaut 4 hingga 5 rumah saja. Itulah yang membuat dirinya sering berinteraksi dengan Abdussalam.
"Beda 14 tahun, ya senior kalau di sini dia Ustad, saya santrinya lah. Agamanya bagus," ujar Endang.
Meski sosok yang dihormati, ujar Endang, Abdussalam bukanlah orang asli Menes. Ia tinggal di daerah itu hanya karena istrinya asli warga Menes.