Rumah Ani mirip klaster mini yang dihuni oleh 6 keluarga, meski jumlah rumah di sana hanya ada 4 unit.
Untuk urusan mandi, cuci, kakus (MCK), Ani harus berbagi dengan para tetangga.
Lantaran luasan bangunan yang hanya berukuran 9 meter per segi, merupakan hal yang mustahil baginya untuk memiliki kamar mandi.
"Kalau di sini ada kamar mandi umum. Septic tank-nya ada di tengah (klaster) tadi,” jelasnya.
Rumah yang ditempati Ani jauh dari kata layak huni.
Selain tidak dilengkapi kamar mandi, rumah Ani juga tidak memiliki jendela. Hanya ada sebuah lubang ventilasi berukuran 30x30 cm, yang berada di samping pintu rumahnya.

Satu-satunya agar rumah Ani bisa mendapatkan sirkulasi udara yakni dengan membuka pintu rumahnya yang terbuat dari triplek.
“Di dalam tuh pengap, panasnya gak kira-kira. Pengap pasti, apalagi sekarang panasnya gak kira-kira,” katanya.
Tak Jauh dari Istana
Baca Juga: Inflasi Terkendali dan Ekonomi Jakarta Terus Tumbuh, Pengamat: Koordinasi Jadi Kunci
Kondisi Ani, hanya sejengkal dari Istana Merdeka di kawasan Jakarta Pusat. Jika melihat dari aplikasi Google Map, hanya sekitar 3,6 kilometer mengikuti jalan. Namun jika ditarik lurus, jarak tersebut hanya sekitar 3 kilometer.
Tak hanya masalah sirkulasi udara, permasalahan lain tinggal di rumah padat penduduk juga masih banyak ditemui.
Seperti banjir yang kerap dialami Ani selama ini.
“Kalau hujannya deras, selama dua jam di sini banjir. Paling tinggi 50 sentimeter, sampai masuk ke dalam rumah,” ungkapnya.
Jika banjir terjadi, maka septic tank komunal milik warga di sana ikut penuh. Namun jika cuaca sedang kemarau seperti ini, septic tank komunal aman terkendali.
"Kalau hujan cepet penuh. Kalau gak hujan ya enggak," ucapnya.