Suara.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjadwalkan sidang pemeriksaan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman Selasa (31/10/2023) besok dalam perkara dugaan pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menjelaskan, sidang yang akan digelar pada Selasa (31/10/2023) itu akan memeriksa Denny Indrayana dan 16 guru besar sebagai pelapor.
"Besok itu pemohon pertama itu yang paling duluan Profesor Denny. Lalu, karena substansinya sama dengan 16 guru besar itu, kami gabungkan sidangnya. Perkaranya tetap terpisah laporannya, nomornya terpisah," kata Jimly di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (30/10/2023).
Adapun 16 guru besar pelapor yang dimaksud ialah Denny Indrayana, Hesti Armiwulan, Muchamad Ali Safaat, Susi Dwi Harijanti, Aan Eko Widiarto, Auliya Khasanofa, Dhia Al Uyun, dan Herdiansyah Hamzah.
Kemudian ada Herlambang P. Wiratraman, Iwan Satriawan, Richo Andi Wibowo, Yance Arizona, Beni Kurnia Illahi, Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Warkhatun Najidah.
Pada hari yang sama, MKMK akan menggelar sidang untuk memeriksa Anwar Usman sebagai terlapor secara tertutup.
"Besok itu Pak Anwar Usman, tapi itu malam sendiri, tapi paginya itu. Jadi ada dua sidang terbuka untuk memeriksa terlapor, dan sidang tertutup untuk memeriksa hakim," ujar Jimly.
"Waktu sidang terbuka, staf ahlinya hakim terlapor kami beri kesempatan juga untuk hadir," lanjut dia.
Diketahui, MK membentuk MKMK secara Ad Hoc lantaran adanya sejumlah laporan perihal putusan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Baca Juga: MKMK Akan Putuskan Perkara Hakim Anwar Usman Cs Tanggal 7 November
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan pihaknya menerima setidaknya sejumlah laporan perihal putusan tersebut dan sembilan hakim konstitusi menjadi terlapor.
"Perihal yang mereka ajukan adalah dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim," kata Enny di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (23/10/2023).
Untuk itu, MKMK dirasa perlu untuk dibentuk sebagai pihak yang akan memeriksa dan mengadili hakim konstitusi yang diduga melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.
"MKMK terbentuk karena memang salah satunya karena perintah dari undang-undang untuk pembentukan MKMK sebagai bagian dari kelembagaan yang memang dimintakan oleh undang-undang, khususnya pasal 27A untuk kemudian memeriksa, termasuk kemudian di dalamnya mengadili kalau memang terjadi persoalan yang terkait dengan laporan dugaan pelanggaran, termasuk juga kalau ada temuan di situ," tutur Enny.
Sekadar informasi, laporan dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim ini disampaikan sejumlah pihak lantaran MK mengabulkan gugatan dalam perkara 90/PUU-XXI/2023.
Dalam putusan itu, MK memperbolehkan orang yang berusia di bawah 40 tahun menjadi capres atau cawapres jika pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah melalui pilkada.