1. Usul Pemberhentian oleh DPR
DPR memiliki wewenang untuk mengajukan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR. Sebelumnya, DPR harus mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan apakah Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum.
2. Dukungan DPR dan Permintaan ke MK
Pengajuan permintaan ke MK hanya dapat dilakukan jika didukung oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna, yang juga dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.
3. Pemeriksaan oleh MK
MK memiliki kewajiban untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR terkait pelanggaran hukum Presiden dan/atau Wakil Presiden. MK diharuskan untuk menyelesaikan proses tersebut dalam waktu paling lama 90 hari setelah menerima permintaan dari DPR.
4. Sidang Paripurna DPR dan Keputusan MK
Jika MK memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, DPR menyelenggarakan sidang paripurna. Dalam sidang paripurna tersebut, DPR akan meneruskan usul pemberhentian ke MPR.
5. Sidang MPR dan Keputusan Pemberhentian
Baca Juga: Diisukan Sudah Tidak Sejalan dengan Ganjar, Mahfud MD: Dia Orang Parpol Saya Bukan
MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul pemberhentian dalam waktu paling lambat tiga puluh hari setelah menerima usul dari DPR. Keputusan MPR harus diambil dalam rapat paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota, dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir. Sebelum keputusan diambil, Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR.
Maka bisa ditarik kesimpulan, untuk memperhentikan seorang Presiden di Indonesia sangatlah rumit. Jika tidak melanggar hukum makan bisa menjadi hal yang mustahil.