Menanti Putusan Mahkamah Konstitusi, Akankah Gibran Didiskualifikasi Sebagai Cawapres?

Senin, 22 April 2024 | 09:14 WIB
Menanti Putusan Mahkamah Konstitusi, Akankah Gibran Didiskualifikasi Sebagai Cawapres?
Suasana sidang lanjutan sidang gugatan Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi. (Suara.com/Dea)

Oleh sebab itu, Anies-Muhaimin meminta KPU menggelar pemilu ulang dengan mengganti cawapres nomor urut dua.

Mereka turut memperkarakan pembagian bansos yang dituding politis, termasuk bagaimana sejumlah kepala daerah terlibat menggerakkan struktur di bawahnya demi memenangkan Prabowo-Gibran.

"Apakah Pilpres 2024 kemarin telah dijalankan secara bebas, jujur, dan adil? Izinkan kami menyampaikan jawabnya, tidak, yang terjadi adalah sebaliknya," kata Anies saat sidang pendahuluan sengketa hasil pemilu di gedung MK pada Rabu (27/03) lalu.

Sementara kubu Ganjar-Mahfud mengatakan telah terjadi pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam Pilpres 2024, khususnya dalam bentuk nepotisme yang dilakukan Presiden Joko Widodo untuk memenangkan Prabowo-Gibran.

Mereka pun memohon agar pemungutan suara ulang digelar tanpa Prabowo-Gibran.

Ganjar-Mahfud menilai Presiden Jokowi telah melakukan nepotisme yang berujung pada penyalahgunaan kekuasaan.

Salah satunya dengan cara menggerakkan adik iparnya, Anwar Usman sebagai Ketua MK pada saat itu, untuk "mengubah aturan main" sehingga Gibran bisa mendaftar sebagai cawapres.

Mereka juga menuding program bansos dimanfaatkan untuk memenangkan Prabowo-Gibran.

Tanggapan kubu Prabowo-Gibran

Baca Juga: Anies-Muhaimin Tiba Di Gedung MK, Hormati Apapun Putusan Mahkamah Konstitusi

Pengacara yang mewakili kubu Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan, membantah tuduhan kecurangan dalam Pilpres 2024, terutama mengenai politisasi bansos.

"Narasi-narasi yang dikembangkan dan yang dibangun seakan-akan rakyat memilih Prabowo-Gibran adalah karena kecurangan dan karena adanya bansos. Terus terang hal ini sangat menyakitkan dan melukai hati masyarakat Indonesia," jelas Otto di Mahkamah Konstitusi pada Kamis (28/03).

Menurut Otto, asumsi yang dibangun itu "menyepelekan" hak rakyat Indonesia dalam menjatuhkan pilihan di Pilpres 2024 secara bebas dan tanpa paksaan.

Dia juga menilai permohonan kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud ke MK "salah kamar".

Otto mengatakan perkara ini semestinya tidak diajukan ke MK, melainkan ke Bawaslu.

Dia justru menuding isi permohonan yang diajukan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud "tidak sesuai" dengan ketentuan soal perselisihan hasil pemilu di dalam UU Pemilu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI