"Tapi kalau kegiatan di luar pelestarian kebudayaan tentu akan diberlakukan perda sesuai dengan yang berlaku. Misalnya penggunaan joglo itu sehari Rp 5,7 juta, auditorium Rp 11 juta, kemudian amphiteater Rp 3 juta perhari dan di lantai dasar itu Rp 3,8 juta perhari harga minimalnya," lanjut Agus.
Lebih lanjut, Agus menyebutkan bahwa pihaknya memberikan legal standing bagi organisasi kebudayaan dengan memberikan Sertifikat itu adalah registrasi pada sistem informasi data budaya (Sidaya).
Saat ini, terdapat sekitar 600 hingga 1.000 kelompok kebudayaan yang terdaftar di Gunungkidul, mencakup berbagai bidang seperti seni pertunjukan, film, kuliner, kriya, dan lainnya.
Dengan visi yang ambisius di bawah arahan Sunaryanta, Gunungkidul berencana menjadikan kebudayaan sebagai industri yang dapat menjadi penopang utama pariwisata Gunungkidul.
Melalui konsep culture tourism (wisata budaya), TBG diharapkan dapat menjadi destinasi utama bagi wisatawan, terutama wisatawan asing yang cenderung menyukai objek wisata berbasis budaya.
"Taman Budaya Gunungkidul menjadi rest area yang menyediakan berbagai fasilitas untuk wisatawan, serta menjadi pintu gerbang untuk menjelajahi kekayaan budaya dan sejarah Gunungkidul," tutur Agus.
Dengan dukungan dari pemerintah dan semangat masyarakat yang tinggi dalam melestarikan warisan budaya, TBG menjadi sebuah simbol kebanggaan bagi Gunungkidul, dan diharapkan dapat terus menjadi pusat kegiatan budaya yang menginspirasi dan memikat bagi siapa pun yang mengunjunginya.**