Lebih lanjut dijelaskan bahwa aturan tersebut perlu berkoordinasi dengan peraturan yang ada (dalam hal ini adalah penyusun draft Undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak, pasal 4 dan 6). Ia mengusulkan untuk menambah cuti tersebut menjadi lima hari.
"Tetapi saya tidak tahu bisa dilakukan atau tidak, karena ini berangkat dari pengalaman saya sebagai perempuan, bahwa pasangan yang istrinya melahirkan tidak cukup hanya mendapatkan cuti tiga hari. Jadi kalau bisa dinegosiasi, paling tidak lima hari karena kalau sudah lima hari ditambah hari Sabtu dan Minggu, saya yakin pasangannya akan semakin bahagia, dan cuti untuk kepentingan melahirkan itu bisa dirasakan baik oleh perempuan atau laki laki, tentu harus berkoordinasi dengan kementerian terkait," pungkasnya.