1992-1996: Kebangkitan Politik Hizbullah
Setelah berakhirnya perang saudara di Lebanon pada tahun 1992, Hizbullah beralih menjadi pemain politik, memenangkan delapan kursi di parlemen Lebanon yang beranggotakan 128 orang.
Selama bertahun-tahun, pengaruhnya semakin berkembang, baik secara politik maupun militer, terutama karena mereka memberikan layanan sosial yang luas di wilayah yang didominasi Syiah.
Pada saat yang sama, perlawanan terhadap pasukan Israel terus berlanjut. Pada tahun 1993, Israel meluncurkan "Operasi Akuntabilitas" sebagai pembalasan atas serangan Hizbullah di Israel utara, yang menyebabkan konflik singkat namun intens yang menewaskan 118 warga sipil Lebanon. Kekerasan meningkat lagi pada tahun 1996 dengan “Operasi Anggur Kemarahan,” ketika Israel berusaha untuk menekan Hizbullah.
2000-2006: Penarikan Israel dan Perang Juli
Pada bulan Mei 2000, Israel secara sepihak menarik diri dari Lebanon selatan setelah hampir dua dekade mendudukinya, sebuah tindakan yang sebagian besar disebabkan oleh perlawanan Hizbullah. Kemenangan ini memperkuat status Hizbullah tidak hanya sebagai milisi, namun juga sebagai kekuatan politik yang tangguh di Lebanon dan simbol perlawanan Arab terhadap Israel.
Pada tahun 2006, ketegangan memuncak ketika Hizbullah menangkap dua tentara Israel, yang menyebabkan Perang Juli. Konflik selama 34 hari tersebut mengakibatkan banyak korban jiwa: 1.200 warga Lebanon dan 158 warga Israel.
2009-2024: Konflik Regional
Pada tahun 2009, Hizbullah bukan lagi sekedar milisi atau gerakan perlawanan dan telah menjadi kekuatan militer dan politik yang dominan di Lebanon. Kekuatan ini semakin ditunjukkan selama perang saudara di Suriah.
Mulai tahun 2012, Hizbullah melakukan intervensi atas nama rezim Assad, sebuah langkah yang membuat mereka kehilangan dukungan dari negara-negara Arab, namun memperkuat aliansi mereka dengan Iran dan memperkuat pengalaman mereka di medan perang.