Ia mengemukakan untuk menempuh pendidikan di sekolah negeri memungkinkan siswa dari keluarga miskin untuk dapat akses pendidikan yang terjangkau.
Berdasarkan hasil penelitian Balitbang Kemendikbud selama 8 tahun menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga tidak mampu justru mengeluarkan biaya pendidikan lebih tinggi bila tidak berhasil menembus sekolah negeri karena kalah nilai.
Karena itu, FSGI juga mendesak pemerintah kabupaten/kota untuk segera membangun SMP Negeri baru dan pemprov segera membangun SMAN dan SMKN baru di wilayah kecamatan yang belum memiliki sekolah negeri.
"Pemda dapat bekerjasama dengan pemerintah pusat, Pemda menyediakan lahannya dan pemerintah pusat mendirikan bangunan atau gedung sekolahnya," saran Retno.
Selain itu, FSGI juga mengungkap berbagi risiko bila sistem zonasi PPDB dihapus, sebagaimana permintaan Wakil Presiden Gibran Rakabuming.
Salah satunya tidak ada jaminan terhadap mayoritas anak Indonesia bisa masuk ke sekolah negeri. Sementara jumlah sekolah negeri masih terbatas.
Bahkan, FSGI mencatat bahwa tidak ada penambahan SMAN dan SMKN bahkan SMPN selama puluhan tahun.
"Kesadaran bahwa sekolah negeri minim justru ketika Kemendikbud menerapkan PPDB Sistem zonasi pada 2017 lalu," kata wakil Sekjen FSGI Mansur.
Sebelum adanya sistem zonasi, FSGI mengakui bahwa pelaksanaan PPDB memang nyaris tak ada gejolak selama 50 tahun.
Baca Juga: Konsep Baru PPBD di Meja Istana, Prabowo Siap Ubah Sistem Zonasi?

Hal itu dinilai karena sistem tersebut diserahkan pada mekanisme pasar. Akan tetapi, kehadiran negara minim dalam menyediakan sekolah negeri yang terjangkau bagi seluruh masyarakat.
Selain itu, sistem PPDB sebelumnya juga dinilai hanya menguntungkan kelompok tertentu yang mampu secara ekonomi, kondisinya lebih beruntung dan memiliki banyak pilihan.
"Faktanya anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri umumnya anak-anak keluarga tidak mampu yang tidak tahu harus bersuara kemana, dan akhirnya pasrah menerima keadaan karena nilai akademik anak-anak mereka umumnya memang kalah dari anak-anak yang berasal dari keluarga kaya," lanjut Mansur.
Bahkan berdasarkan hasil survei yang dilakukan FSGI dengan responden guru menyebut bahwa mayoritas guru setuju Ujian Nasional (UN) dihapus dan sistem zonasi dalam PPDB tetap dipertahankan.
Survei dilakukan terhadap 912 responden guru yang terdiri dari 58,9 persen guru di jenjang SMP/MTs, 25 persen guru SMA/MA/SMK, 10,1 persen guru SD/MI, dan 6 persen guru SLB. Mereka tersebar di 15 provinsi.
Adapun secara jenis kelamin, 56,4 persen responden guru perempuan dan 43,6 persen guru laki-laki. Survei dilakukan pada 17 – 22 November 2024 dengan menggunakan google form.