Suara.com - Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti pidato Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang menyampaikan tantangan besar yang sempat dihadapi saat partainya nyaris dikudeta.
AHY mengingatkan saat partainya nyaris dikudeta oleh Moeldoko pada era pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Hal itu ia singgung dalam pidatonya saat Kongres ke-VI Partai Demokrat di Sentul, Jawa Barat, Selasa (25/2/2025).
Menurut Rocky, pernyataan AHY menjadi pengimbang atas narasi yang dibangun oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto mengenai peran pemimpin dalam politik, terutama terkait istilah "cawe-cawe."
"Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam pidatonya mengatakan, bahwa dia tidak pernah cawe-cawe selama 10 tahun, dan itu diajukan dalam upaya untuk balancing puja-puji yang selama ini diajukan pada Presiden Jokowi," ujar Rocky seperti dikutip dari Youtube Rocky Gerung Official, Rabu (26/2/2025).
Istilah "cawe-cawe" sebelumnya lekat dengan kepemimpinan Presiden Joko Widodo, yang dianggap aktif memengaruhi proses politik, termasuk dalam pemilu 2024.
Rocky turut menyoroti pidato AHY yang menyinggung bagaimana Partai Demokrat sempat mengalami upaya pengambilalihan oleh pihak eksternal.
Rocky menyebut bagaimana Partai Demokrat hampir "dirampok" oleh pihak yang dekat dengan kekuasaan.
"AHY mengingatkan bahwa partainya sendiri pernah mau dirampok. Di mana? Di era Jokowi. Mau dirampok oleh orang yang nggak punya partai," katanya.
Rocky menafsirkan bahwa pernyataan ini secara tersirat merujuk pada Moeldoko, yang sempat berusaha mengambil alih Partai Demokrat pada 2021.
Upaya tersebut akhirnya gagal setelah gugatan hukum yang diajukan Demokrat memenangkan putusan di pengadilan.
Menurut Rocky, pemimpin memang seharusnya tidak boleh kehilangan sikap kritis hanya demi menjaga relasi politik.
Ia mengakui keberanian AHY dalam mengungkap fakta-fakta tersebut di hadapan Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi sekaligus Wakil Presiden, menunjukkan sikap politik yang tegas.
"Yang paling bagus adalah, AHY menyebutkan itu dan tanpa ragu. Dia tahu bahwa di depannya ada Mas Gibran sebagai wakil presiden. Tetapi etikanya adalah seseorang tidak boleh ditutup pikirannya hanya karena basa-basi feodalisme," ujar Rocky.
Menurutnya, sikap ini menjadi pelajaran etik dalam politik.
"Jadi bagus bila pemimpin, kendati ada di dalam kekuasaan, mau mengkritik kekuasaan yang sebelumnya berupaya untuk membatalkan ide-ide demokrasi," imbuhnya.