Suara.com - Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Rusia nampaknya terus menjalin kemesraan diduga dalam rangka menyatukan kekuatan untuk bisa menguasai harta karun mineral tanah langka di Donetsk dan Luhansk Ukraina.
Perlu diketahui, bahwa belakangan ini kekayaan dimiliki Ukraina itu menjadi perhatian dunia. Bahkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, telah menyatakan minatnya untuk mendapatkan akses ke sumber daya tersebut sebagai imbalan atas bantuan militer yang diberikan kepada Ukraina.
Melansir dari New York Times, keinginan Donald Trump itu mendapatkan penolakan dari Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky.
Dia bahkan menolak perjanjian yang akan memberikan 50% cadangan mineral Ukraina kepada AS.
Sementara itu, Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyatakan kesiapan Rusia untuk bekerja sama dengan AS dalam menambang mineral tanah jarang di wilayah Ukraina yang saat ini dikuasai Moskow, seperti Donetsk, Luhansk, Kherson, dan Zaporizhzhia.
Tentunya hal tersebut jadi sorotan dunia, apalagi Rusia dan AS telah melakukan pertemuan dalam rangka menghentikan perang Rusia-Ukraina.
Diketahui, Ukraina sendiri memiliki cadangan mineral yang signifikan, termasuk litium dan titanium, yang sangat penting bagi industri teknologi tinggi dan pertahanan.
![Gambar udara menunjukkan para pekerja sedang membongkar lambang bekas Uni Soviet dari perisai Monumen Ibu Pertiwi di Kyiv, Ukraina, Selasa (1/8/2023). [Sergii VOLSKYI/AFP]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/08/06/67300-pembongkaran-lambang-palu-arit-di-monumen-ibu-pertiwi-ukraina.jpg)
Rusia dan AS Adakan Pertemuan
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova pada Kamis mengatakan bahwa Rusia dan AS mengadakan pembicaraan tingkat ahli di Istanbul mengatasi ketegangan dan memperkuat langkah-langkah membangun kepercayaan antara kedua negara.
Baca Juga: Rusia Sebut Intelijen Ukraina Rencanakan Pembunuhan Uskup 'Bapak Pengakuan Putin'
"Kami berharap pertemuan hari ini, yang pertama dari serangkaian konsultasi ahli, akan membawa kami dan pihak Amerika lebih dekat untuk mengatasi perbedaan dan memperkuat kepercayaan," katanya dalam sebuah pernyataan yang dikutip oleh kantor berita TASS.
Zharakova mengatakan pertemuan tersebut diharapkan dapat menyelesaikan apa yang digambarkannya sebagai "banyak hal yang mengganggu" dalam dialog Rusia-AS.
Delegasi Rusia dan AS bertemu selama enam setengah jam di kediaman Konsulat Jenderal AS di Istanbul untuk membahas pengoperasian kedutaan masing-masing sebagai bagian dari normalisasi hubungan kedua negara.
Setelah pertemuan tersebut, delegasi Rusia meninggalkan tempat tanpa mengeluarkan pernyataan.
Delegasi kedua negara bertemu untuk pertama kalinya pada 18 Februari di Riyadh, Arab Saudi, untuk membahas hubungan bilateral dan upaya untuk mengakhiri perang Ukraina yang telah berlangsung selama lebih dari tiga tahun.
Sementara itu, persiapan juga sedang dilakukan untuk pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin.