Dalam laporan kekayaannya, Ali Muhtarom mencantumkan aset berupa tanah dan bangunan senilai total Rp1,25 miliar. Seluruh properti tersebut tersebar di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, yang sebagian besar merupakan hasil jerih payahnya sendiri.
Aset tidak bergeraknya antara lain mencakup tanah dan bangunan seluas 281 m² di Jepara senilai Rp500 juta, serta enam bidang tanah lainnya dengan nilai bervariasi antara Rp75 juta hingga Rp225 juta.
Ali Muhtarom juga memiliki kendaraan bermotor yang terdiri dari Motor Honda tahun 2017 senilai Rp9 juta, Honda CRV tahun 2014 senilai Rp135 juta, dan Honda Vario 2016 senilai Rp14 juta. Total nilai kendaraan mencapai Rp158 juta. Harta bergerak lainnya senilai Rp38,5 juta, kas dan setara kas Rp7,05 juta, serta utang sebesar Rp150 juta turut dilaporkan dalam dokumen resminya.
Sorotan kini tertuju pada peran Ali Muhtarom dalam perkara dugaan suap vonis lepas tiga korporasi besar dalam kasus korupsi ekspor CPO. Bersama dua hakim lainnya, Djuyamto dan Agam Syarief, ia diduga menerima suap dan atau gratifikasi senilai Rp22,5 miliar dari total dana yang disebut mencapai Rp60 miliar.
Putusan bebas tersebut diberikan pada 19 Maret 2025 terhadap tiga terdakwa yang merupakan perwakilan dari PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group, perusahaan yang menjadi sorotan dalam kasus kelangkaan minyak goreng pada periode Januari hingga April 2022.
Dalam perkara yang diusut KPK ini, juga turut terseret nama mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan, serta dua pengacara korporasi ekspor CPO yakni Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri.
Seluruh tersangka telah ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cabang Salemba dan Rutan Cabang KPK.
Dugaan suap ini membuka babak baru dalam pengusutan perkara yang sebelumnya sempat mengundang perhatian publik karena putusan lepas terhadap terdakwa korupsi ekspor minyak goreng. Praktik suap hakim dalam sistem peradilan menjadi perhatian serius karena menggerus kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum.
Ali Muhtarom, yang diketahui meraih gelar Magister Hukum dari Universitas 17 Agustus 1945 Semarang pada 2015, kini harus menghadapi konsekuensi hukum atas dugaan keterlibatannya dalam praktik rasuah. Kasus ini menambah daftar panjang pengadilan yang dicoreng oleh perilaku tidak etis oknum penegak hukum.
Baca Juga: Hakim 'Lepas' Koruptor CPO, PKB: Lembaga Hukum Bermasalah, Investasi Bisa Runtuh
Hingga saat ini, KPK masih terus melakukan pengembangan dalam pengusutan kasus ini. Lembaga antirasuah menyatakan bahwa pemberantasan korupsi di sektor peradilan merupakan prioritas utama untuk menjaga integritas sistem hukum Indonesia.