Wahyu Setiawan Dengar Uang Suap dari Hasto, Kuasa Hukum: Kabar Burung Tak Bisa Jadi Bukti

Kamis, 17 April 2025 | 21:40 WIB
Wahyu Setiawan Dengar Uang Suap dari Hasto, Kuasa Hukum: Kabar Burung Tak Bisa Jadi Bukti
Kuasa Hukum Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah di PN Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025). (Suara.com/Dea)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kuasa Hukum Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah menegaskan kesaksian mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (RI) Wahyu Setiawan yang mengaku mendengar bahwa Hasto menjadi sumber uang suap tidak bisa menjadi bukti dalam persidangan.

Wahyu Setiawan mengaku mendengar percakapan antara dua politisi PDIP Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri yang menyebut bahwa uang suap agar Harun Masiku menjadi calon anggota legislatif terpilih periode 2019-2024 menggantikan Nazarudin Kiemas berasal dari Hasto.

Hal itu disampaikan Wahyu saat menyampaikan keterangannya sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan yang menyeret Hasto sebagai terdakwa.

“Di hukum itu dikenal dengan testimonium de auditu atau dalam bahasa sehari-harinya kabar burung. Testimonium de auditu atau kabar burung atau ketika seseorang itu mendengar dari orang lain itu tidak bisa digunakan sebagai bukti dalam hukum acara pidana kita,” kata Febri di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).

Dia menilai bahwa kesaksian Wahyu merupakan contoh dari testimonium de auditu atau kabar burung yang dia dengar dari percakapan orang lain sehingga Febri menegaskan bahwa pernyataan Wahyu itu tidak bisa menjadi bukti.

“Apa yang disampaikan oleh Saudara Wahyu tadi sebagai saksi, terkait dia mendengar ada orang lain yang berbicara itu masuk kategori testimonium de auditu menurut kami dan seharusnya itu tidak bisa digunakan,” tegas Febri.

Pada sidang ini, Wahyu mengaku pernah mendengar mengenai uang suap yang diterimanya berasal dari Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.

Wahyu mengaku mendengar hal tersebut dari percakapan antara politisi PDIP Donny TrinIdtiqomah dan Saeful Bahri di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan.

“Saudara saksi, mengenai sumber uang, apakah Saudara juga pernah mendengar orang menyatakan bahwa duit itu bersumber dari Pak Hasto?” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (17/4/3025).

Baca Juga: Tawa Hasto Usai Jalani Sidang: Masih Belajar Sebagai Terdakwa

“Pernah,” jawab Wahyu.

“Siapa yang menyampaikan kepada saudara?” lanjut jaksa.

“Antara Donny dan Saeful,” ujar Wahyu.

“Kapan itu?” tanya jaksa.

“Pada waktu saya diamankan di KPK itu saya merokok, jadi pada waktu saya merokok, mereka ngobrol,” sahut Wahyu.

“Apa disampaikan?” cecar jaksa.

“Intinya dia menyampaikan bahwa tahap pertama itu, ini kata obrolan mereka, itu dari Pak Hasto. Itu saya dalam posisi diam dan saya tidak tahu itu, tapi saya mendengar obrolan itu,” timpal Wahyu.

Dia mengaku saat itu tidak terlibat dalam pembicaraan tersebut tetapi hanya mendengar obrolan antara Donny dan Saeful.

“Dari obrolan mereka pak, bukan saya yang menyampaikan jadi saya mendengar mereka ngobrol itu dan kemudian akhir-akhir ini saya membaca media bahwa Pak Saeful pernah menyampaikan itu,” tandas Wahyu.

Sebelumnya, Jaksa mendakwa Hasto melakukan beberapa perbuatan untuk merintangi penyidikan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI kepada mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Selain itu, Hasto juga disebut memberikan suap sebesar Rp 400 juta untuk memuluskan niatnya agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.

Dengan begitu, Hasto diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

Di sisi lain, Hasto juga dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 5 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Diketahui, KPK menetapkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI yang juga menyeret Harun Masiku.

“Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) yang bersangkutan sebagai Sekjen PDIP Perjuangan,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).

Dia menjelaskan bahwa Hasto bersama-sama dengan Harun Masiku melakukan suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

Setyo menjelaskan penetapan Hasto sebagai tersangka ini didasari oleh surat perintah penyidikan (sprindik) nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024.

Di sisi lain, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan oleh KPK dalam surat perintah penyidikan (sprindik) yang terpisah.

Setyo menjelaskan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponselnya di air dan melarikan diri ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan.

“Bahwa pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, HK memerintahkan Nur Hasan penjaga rumah aspirasi di Jalan Sutan Syahrir Nomor 12 A yang biasa digunakan sebagai kantor oleh HK untuk menelepon Harun Masiku supaya meredam Handphone-nya dalam air dan segera melarikan diri,” kata Setyo.

Kemudian pada 6 Juni 2024 sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi oleh KPK, dia memerintahkan staf pribadinya, Kusnadi untuk menenggelamkan ponsel agar tidak ditemukan KPK.

Hasto kemudian memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku pada 10 Juni 2024.

“HK mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya,” ujar Setyo.

Untuk itu, lanjut dia, KPK menerbitkan sprindik nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 pada Senin, 23 Desember 2024 tentang penetapan Hasto sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI