Kemudian, pihaknya juga menyampaikan terkait kebijakan diskriminatif Soeharto yang merepresi tubuh perempuan, menundukkan perempuan, mencederai kebebasan pers hingga buruh, dan lainnya.
Ia berharap Kemensos tidak hanya melihat pertimbangan positif saja dalam mengangkat pahlawan nasional.
Rekam jejak buruk atas apa yang dilakukan seorang tokoh juga harus dilihat.
Namun, Kemensos tak menjawab apakah akan mempertimbangkan rekam jejak buruk Soeharto ini.
"Pada intinya ketika kita melihat bahwa syarat khusus yang seharusnya diberikan kepada gelar pahlawan itu seharusnya adalah seseorang yang memiliki nilai integritas moral dan keteladanan, tapi melihat rekam jejak Soeharto itu tidak layak sama sekali diberikan kepada Soeharto," pungkasnya.
Dinilai Bisa Lukai Rasa Keadilan
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Abidin Fikri mengatakan wacana pemberian gelar pahlawan bagi Presiden Ke-2 Republik Indonesia Soeharto di tengah belum tuntasnya kasus hukum terkait dugaan korupsi sejumlah yayasan pada era Orde Baru, justru akan melukai rasa keadilan rakyat Indonesia.
Ia pun meminta Kementerian Sosial untuk mengkaji secara mendalam usulan pemberian gelar tersebut.
"Kasus dugaan korupsi tujuh yayasan yang melibatkan Soeharto, sebagaimana ditetapkan pada tahun 2000, hingga kini belum menemui penyelesaian hukum yang jelas," kata Abidin dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa, 6 Mei 2025 lalu.
Baca Juga: Audiensi dengan Mensos, Aktivis hingga Korban 65 Tolak Soeharto Dijadikan Pahlawan Nasional
Menurut ia, memberikan gelar pahlawan nasional di tengah adanya fakta itu bukan hanya bertentangan dengan prinsip keadilan, tetapi juga dapat mengikis kepercayaan publik terhadap integritas proses penganugerahan gelar.