Kemensos Bungkam, Benarkah Ada Campur Tangan Prabowo di Usulan Gelar Pahlawan Soeharto?

Kamis, 15 Mei 2025 | 20:56 WIB
Kemensos Bungkam, Benarkah Ada Campur Tangan Prabowo di Usulan Gelar Pahlawan Soeharto?
Audiensi dengan Mensos, Aktivis hingga Korban 65 Tolak Soeharto Dijadikan Pahlawan Nasional. (Suara.com/Lilis)

Suara.com - Advokat dari Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (Gemas), Airlangga Julio mempertanyakan mengenai adanya intervensi dari Presiden Prabowo Subianto dalam pengusulan gelar pahlawan nasional kepada Presiden kedua RI, Soeharto.

Hal ini ia tanyakan saat mengikuti audiensi dengan Kementerian Sosial (Kemensos) dalam demonstrasi Gerakan Masyarakat Sipil Adili Soeharto (GEMAS) di Kantor Kemensos, Salemba, Jakarta Pusat pada Kamis (15/5/2025).

Namun, pihak Kemensos yang hadir dalam audiensi itu disebutnya tak memberikan jawaban.

"Tadi kami bertanya ke pihak Kemensos apakah ada intervensi dari Presiden Prabowo dalam pembahasan usulan pahlawan Soeharto. Tapi tidak dijawab oleh Kemensos," ujar Airlangga usai audiensi.

Di satu sisi, Airlangga menyebut Prabowo sudah pernah secara terang-terangan menyatakan ingin mengangkat mantan mertuanya itu sebagai pahlawan nasional.

Jika indikasi adanya intervensi Prabowo dalam pembahasan usulan ini, maka hal ini tak lagi mengejutkan.

"Itu benar Prabowo pernah menyampaikan di suatu forum tahun 2014 Dia berjanji akan manggat Soeharto sebagai pahlawan jika dirinya menjadi Presiden," ungkapnya.

Airlangga mengakui upaya menolak gelar pahlawan nasional untuk Soeharto akan menemui jalan terjal.

Apalagi pemangku kebijakan di Indonesia sudah memberikan sinyal dukungan pada usulan ini.

Baca Juga: Keluarga Dapat Tunjangan Jika Soeharto Pahlawan, Aktivis Tolak Pajak Jatuh ke Orang Bermasalah

"Juga dari segi bacaan elit-elit politik yang sudah terkonsolidasi, beberapa manuver dari pimpinan MPR, Golkar, dan keluarga cendana Itu sudah erat sekali untuk sepakat mengangkat Soeharto sebagai pahlawan," pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf menerima perwakilan sekaligus aspirasi masyarakat sipil yang menolak usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada mantan Presiden Soeharto.

Masyarakat sipil yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Anti Soeharto (Gemas) tersebut menggelar unjuk rasa terlebih dahulu di depan Kantor Kementerian Sosial (Kemensos) Salemba sebelum akhirnya dapat menemui perwakilan Kemensos, termasuk Mensos Saifullah.

“Kami tentu mendengar dan mencatat apa yang menjadi masukan dari bapak ibu sekalian,” kata Saifullah Yusuf di Jakarta, Kamis.

Pada audiensi hari itu, ia bersama Staf Khusus Menteri Sosial Bidang Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial dan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial Abdul Malik Haramain menerima dokumen petisi dari masyarakat sipil dan joint statement dari masyarakat internasional yang menolak pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto.

Ia memastikan akan mendengarkan semua masukan dari masyarakat terkait dengan pemberian gelar pahlawan nasional tahun ini, termasuk masukan yang bersifat kontra dari masyarakat.

Ia juga menegaskan usulan nama penerima gelar pahlawan nasional tentu akan dikaji dan dipertimbangkan secara detail dan objektif.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menjelaskan penolakan penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional dikarenakan TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 dianggap masih berlaku.

Selain itu, ia menjelaskan beberapa alasan penolakan mereka terhadap rencana penganugerahan gelar pahlawan kepada presiden kedua Republik Indonesia tersebut.

Salah satu alasan itu, kata dia, ditunjukkan dari berbagai proses hukum pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, di mana korupsi yang melibatkan Soeharto sebagai besar nilainya, setidaknya 419 juta dolar AS.

Bahkan, katanya, PBB, United Nations Office on Drugs an Crime (UNODC), dan Bank Dunia menegaskan Presiden Soeharto salah satu pemimpin yang paling korup dalam program Stolen Asset Recovery.

"Janganlah apa yang pernah jelas dalam sejarah dicatat sebagai sejarah pemerintahan dilupakan dengan menetapkan Presiden Soeharto sebagai pahlawan nasional," katanya.

Divisi Pemantauan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Jane Rosalina juga menilai pengusulan gelar pahlawan Soeharto bertentangan dengan integritas moral dan keteladanan.

Pihaknya mencatat setidaknya sembilan rekam jejak kasus pelanggaran berat hak asasi manusia dilakukan Soeharto selama era Orde Baru dan diikuti dengan tindak pidana korupsi berat, serta penyalahgunaan kekuasaan.

“Jadi kami sudah menyerahkan surat tertulis yang berupa tanggapan penolakan terhadap pengusulan gelar pahlawan nasional kepada Soeharto,” katanya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI