Maunya Naik 10 Kali Lipat! Gerindra Sebut Bantuan Dana Parpol Idealnya Rp10.000 Persuara

Rabu, 21 Mei 2025 | 14:48 WIB
Maunya Naik 10 Kali Lipat! Gerindra Sebut Bantuan Dana Parpol Idealnya Rp10.000 Persuara
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menyampaikan idealnya kekinian partai politik dapat bantuan dana dari pemerintah Rp10 ribu persuara. (Suara.com/Bagaskara)

Suara.com - Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menyampaikan idealnya kekinian partai politik dapat bantuan dana dari pemerintah yakni Rp10 ribu persuara.

Saat ini diketahui partai politik hanya mendapatkan seribu rupiah persuara dari pemerintah.

Hal itu disampaikan Muzani usai menerima bantuan dana parpol dari Kemendagri di Kantor DPP Partai Gerindra, Jakarta Selatan, Rabu (21/5/2025).

"Sekarang menurut saya angka itu bisa sekitar Rp10.000," kata Muzani.

Ia mengatakan, sebenarnya angka Rp10 ribu persuara sempat jadi bahan diskusi, namun pada akhirnya disepakati parpol hanya dapat seribu rupiah saja persuara dari hasil Pemilu.

"Kemarin sebenarnya pembicaraan pada tingkat Rp10.000 per suara. Jadi pada saat yang kami diskusi masih Rp108 menjadi Rp10.000, eh menjadi seribu. Dari Rp1.000 kemudian diskusi-diskusi-diskusi. Diskusinya waktu itu macam-macam, akhirnya yang ditetapkan Rp1.000," katanya.

Di sisi lain, kata dia, pembahasan soal berapa besaran angka ideal untuk dana parpol sempat didalami Gerindra bersama LIPI hingga KPK.

"Waktu itu masih dalam kondisi Rp108 per suara. Akhirnya kemudian angkanya berbagai macam catatan ada. Akhirnya ada yang Rp10.000, ada yang Rp30.000, ada yang Rp48.000. Akhirnya kemudian pemerintah menetapkan di angka Rp10.000," katanya.

"Itu diskusinya panjang dan sekarang KPK sedang membuka ruang kembali untuk melakukan diskusi tentang hal yang sama. Dan kami menyambut baik tentang pandangan dan diskusi itu agar kita mencapai pandangan yang sama tentang berapa angka. Sehingga pemerintah juga punya patokan tentang kira-kira angka yang dianggap reasonable," sambungnya.

Baca Juga: Elite Gerindra Soal Kabar Reshuffle Kabinet Bulan Depan: Belum Dengar

Sebelumnya, Partai Gerindra secara resmi menerima bantuan dana partai politik dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Rabu (21/5/2025) di Kantor DPP Partai Gerindra, Ragunan, Jakarta Selatan, Rabu (21/5/2025).

Penyerahan bantuan dana parpol ini diserahkan oleh Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar dan diterima langsung oleh Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani.

Muzani dalam sambutannya sempat berkelakar jika Gerindra mendapatkan bantuan dana sebesar Rp20 triliun. Sontak hal itu pun mengundang tawa kader yang hadir.

"Yang kedua, hari ini kami akan menerima bantuan yang menurut kami sangat besar, nilainya Rp20.071.300.000.000," kata Muzani berkelakar.

Usai berkelakar, Muzani selanjutnya meluruskan ucapannya tersebut.

Ia menyampaikan, jika dana bantuan yang didapat Gerindra hanya kurang lebih Rp20 miliar.

"Sorry sorry, nilainya Rp20.071.345.000.000 Bagi kami, Pak Bahtiar, ini nilai yang teramat besar," katanya.

"Meskipun kami tahu bahwa nilai itu belum juga cukup untuk menjadi kegiatan partai kami dalam tahun-tahun mendatang, tapi kami tersupport dengan bantuan dalam hal kegiatan operasional partai," sambungnya.

Jumlah yang diperoleh Gerindra naik dari tahun lalu yang hanya sekitar kurang lebih Rp18 miliar saja.

Adanya kenaikan bantuan dana terjadi seiring perolehan suara Gerindra di Pemilu 2024 yang bertambah juga.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Fitroh Rohcahyanto mengatakan saat menjalani fit and proper test dalam rangkaian seleksi calon pimpinan KPK, sempat menyampaikan bahwa sistem politik memengaruhi perilaku korupsi.

Menurut dia, sistem politik menjadi faktor utama yang menyebabkan korupsi terjadi semakin masif. Sebab, dia menilai jabatan publik membutuhkan modal yang besar.

Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto saat memberikan keterangan pers di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta. (ANTARA/Rio Feisal)
Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto saat memberikan keterangan pers di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta. (ANTARA/Rio Feisal)

“Dengan sistem politik yang ada saat ini, tidak bisa kita pungkiri untuk menjadi pejabat publik dimulai dari kepala desa bahkan yang pemilihan langsung, kemudian bupati, wali kota, gubernur, bahkan di level tertinggi presiden,” kata Fitroh dalam webinar tematik pendidikan antikorupsi 'State Capture Corruption: Belajar dari Skandal e-KTP' yang ditayangkan secara daring, Kamis 15 Mei 2025.

"Dengan sistem politik yang ada, kita bisa saksikan bersama, tak bisa dipungkiri mereka harus mengeluarkan modal yang sangat besar," lanjut dia.

Umumnya, lanjut Fitroh, para calon membutuhkan pemodal untuk bisa menduduki jabatan publik tertentu sehingga ketika memenangkan pemilihan, pemodal akan meminta timba balik.

“Nah timbal baliknya apa? Yang sering terjadi di kasus korupsi, timbal baliknya ketika menduduki jabatan tentu akan memberikan kemudahan bagi para pemodal ini untuk menjadi pelaksana kegiatan proyek-proyek di daerah, di kementerian, maupun di dinas-dinas,” ujar Fitroh.

Menurut Fitroh, hal itu kerap terjadi lantaran sistem politiknya yang masih membutuhkan biaya mahal bagi calon pejabat untuk mengikuti pemilihan.

Untuk itu, Fitroh menyebut pihaknya sudah beberapa kali memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk memberikan dana yang besar bagi partai politik.

Namun hingga saat ini, rekomendasi KPK belum dilaksanakan secara umum karena menyangkut keuangan.

“Kalau kemudian partai politik cukup biaya, pendanaannya mencukupi, barang kali bisa mengurangi (perilaku korupsi),” ucap Fitroh.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI