Proyek Penulisan Ulang Sejarah Kemenbud, Gerindra: Harus Disajikan Fakta dan Data Apa Adanya

Kamis, 22 Mei 2025 | 06:57 WIB
Proyek Penulisan Ulang Sejarah Kemenbud, Gerindra: Harus Disajikan Fakta dan Data Apa Adanya
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani mengingatkan Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) untuk melakukan penulisan ulang sejarah berdasarkan fakta dan data. (Suara.com/Bagaskara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

“Kami menilai apa yang dilakukan Kementerian Kebudayaan ini sebagai bagian dari manipulasi sejarah. Kami melihat bahwa dalam kerangka konsep tersebut sudah ada unsur-unsur penyalahgunaan sejarah yang menurut Anton Debaets disebutkan sebagai rekayasa sejarah,” ujarnya.

Menurut Asvi, penggunaan istilah 'sejarah resmi' dalam proyek ini sangat tidak tepat.

Ia mengingatkan bahwa pada era Orde Baru, pemerintah juga pernah mengeluarkan 'sejarah resmi' untuk menggambarkan pandangan positif terhadap rezim, sementara menghilangkan sisi-sisi yang dianggap merugikan.

“Di masa Orde Baru, sejarah resmi pernah diterbitkan, seperti buku tentang Pemberontakan Partai Komunis Indonesia pada tahun 1965 dan risalah sidang BPUPK dan PPKI. Sejarah resmi itu bertujuan untuk mengagungkan rezim dan menghapus hal-hal yang tidak menguntungkan bagi mereka,” tambahnya.

Asvi juga menyoroti beberapa contoh dalam proyek penulisan sejarah yang dianggap berbahaya, khususnya dalam cara rezim Orde Baru digambarkan secara berlebihan sebagai pencapaian besar.

Ia mengkritik penghilangan banyak peristiwa penting dalam sejarah Indonesia, seperti Konferensi Asia Afrika 1955 yang memberi dampak internasional, serta penyelenggaraan Asian Games 1962 yang diabaikan.

“Sejarah mengenai Konferensi Asia Afrika yang membawa nama baik Indonesia, serta Asian Games 1962 yang berhasil kita selenggarakan, itu tidak disebutkan dalam proyek ini. Padahal, konferensi tersebut memberi inspirasi bagi banyak negara di Asia dan Afrika,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Asvi menilai bahwa proyek ini juga mengabaikan pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa Orde Baru dan Reformasi.

“Ke-12 pelanggaran HAM berat yang sudah diakui negara dan disesalkan oleh Presiden Joko Widodo, itu juga tidak dibahas secara tuntas dalam buku ini. Ini sebuah penghindaran terhadap kenyataan sejarah yang harusnya dijelaskan dengan jelas,” tegasnya.

Baca Juga: Proyek Menbud Fadli Zon Ditolak Sejarawan, Puan Maharani: Jangan Ada Pengaburan Sejarah!

Sebagai penutup, Asvi kembali menegaskan bahwa proyek ini merupakan bagian dari manipulasi sejarah, yang dapat merugikan pemahaman masyarakat terhadap peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah Indonesia.

“Kami menolak proyek ini karena ini adalah upaya manipulasi sejarah. Sejarah harus disajikan secara objektif dan tidak dipengaruhi kepentingan politik,” tutup Asvi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI