Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal, pelaku usaha yang produksi produknya dari bahan yang diharamkan, maka wajib mencantumkan keterangan tidak halal.
Deputi Bidang Pembinaan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Chuzaemi Abidin sebelumnya mengatakan bahwa dalam PP 42/2024, pemilik Restoran Ayam Goreng Widuran tersebut bisa dikenai sanksi berupa peringatan tertulis, dikarenakan tidak bersikap terbuka dan transparan selama berpuluh tahun.
Namun, Menteri UMKM menilai pemberian sanksi pidana masih terlalu dini.
“Untuk mengatakan bahwa ada pelanggaran unsur pidana atau tidak pidana atau bagaimana, saya pikir itu terlalu dini,” ujar Maman.
Ia melanjutkan, pemberian sertifikat standardisasi halal kepada pelaku usaha juga dari segi higienitas.
“Standarisasi halal itu macam-macam, ya, jangan hanya sekedar dilihat dari halal-haram, produk yang, mohon maaf, menggunakan minyak babi atau pun bukan minyak babi. Standardisasi sertifikasi halal itu (juga memperhatikan nilai) higienis dan bersih,” kata Maman.
Sebelumnya, Wali Kota Solo Respati Ardi menutup sementara Restoran Ayam Goreng Widuran yang viral di media sosial, setelah menyatakan menu ayam goreng yang disajikan menggunakan bahan nonhalal.
Respati menegaskan penutupan ini untuk melindungi konsumen, karena konsumen berhak memastikan barang yang dijual sesuai dengan keterangan yang ada.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Asrorun Ni'am Sholeh mengingatkan kasus Ayam Goreng Widuran bisa merusak reputasi Kota Solo, khususnya pengusaha kuliner, jika tidak segera diambil langkah tegas, baik secara administratif maupun hukum.
Baca Juga: Bertahun-tahun Tak Jujur Pakai Minyak Babi, Ayam Goreng Widuran Bisa Digugat Class Action