Kaburkan Fakta Sejarah Pemerkosaan Massal Mei 1998: Fadli Zon Dikecam dan Didesak Minta Maaf

Sabtu, 14 Juni 2025 | 12:12 WIB
Kaburkan Fakta Sejarah Pemerkosaan Massal Mei 1998: Fadli Zon Dikecam dan Didesak Minta Maaf
Menteri Kebudayaan Fadli Zon. (Suara.com/Bagaskara)

Dikritik Peneliti Sejarah

Kritik serupa sebelumnya juga disampaikan peneliti Sejarah Lisan Perempuan, Ita Fatia Nadia kepada Fadli Zon.

Ilustrasi pemerkosaan
Ilustrasi pemerkosaan

Ia secara tegas membantah pernyataan Fadli Zon yang mengklaim tidak ada bukti terjadinya pemerkosaan massal pada Mei 1998.

Ita membantah pernyataan Fadli Zon tersebut, karena ia pernah mendampingi korban pemerkosaan Mei 1998 dan pernah menjadi anggota tim TGPF yang dibentuk oleh Presiden ke-3 RI B.J. Habibie.

“Apa yang dikatakan oleh Fadli zon tentang itu bohong, itu rumor, itu menyalahi fakta sejarah, yang terjadi pada bulan Mei 1998,” kata Ita dalam konferensi pers secara daring pada Jumat (13/6/2025).

Dia menegaskan bahwa peristiwa pemerkosaan massal pada Mei 1998 sudah tercatat dalam Buku Sejarah Nasional Indonesia sehingga pernyataan Fadli Zon disebut sebagai kebohongan.

“Fakta sejarah itu sudah ditulis dalam Buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid 6, pada halaman 609. Di situ ditulis bahwa pada pergolakan politik bulan Mei 1998, terjadi perkosaan massal terhadap sejumlah perempuan Tionghoa di Jakarta, di Medan, di Palembang, di Surabaya, dan di Solo,” tutur Ita.

Selain itu, bukti adanya pemerkosaan massal Mei 1998, menurut Ita juga sudah dijelaskan secara terperinci dalam laporan TGPF yang juga sudah disampaikan kepada Presiden Habibie.

“Fadli Zon Menteri Kebudayaan mengingkari fakta sejarah, dan sebetulnya mengingkari keputusan Presiden Habibie nomor 181 tahun 1998,” tegas Ita.

Baca Juga: Koalisi Sipil Laporkan Pembunuhan Sadis Abral Wandikbo ke Komnas HAM: Ditangkap Tanpa Alasan Jelas

Ita lantas menjelaskan, pada saat laporan disampaikan, Presiden Habibie mengakui keberadaan peristiwa pemerkosaan massal pada Mei 1998 dan berupaya untuk melakukan sesuatu untuk melindungi dan memberikan keadilan bagi korban.

“Presiden Habibie menyatakan bahwa ‘saya percaya dan saya menerima bahwa terjadi perkosaan massal terhadap perempuan etnis Tionghoa pada bulan Mei 1998, dan sekarang apa yang harus saya lakukan?’,” ungkap Ita.

“Maka Presiden Habibie ketika itu menyatakan ‘baik, kalau begitu mari dibentuk bagaimana membangun, mendirikan institusi bernama Komnas Perempuan’,” pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI