Indonesia dan Dilema Energi
Masih mengutip Agus Hasan, Indonesia tengah menghadapi dilema energi yang tidak mudah: bagaimana memastikan transisi ke energi bersih, tanpa mengorbankan kestabilan pasokan. Dalam konteks ini, nuklir menjadi salah satu opsi karena kapasitas besar dan sifatnya yang stabil.
Namun, Agus mengingatkan bahwa mengadopsi energi nuklir perlu strategi cermat. Ia mencontohkan pendekatan negara-negara seperti Prancis dan Swedia yang sukses mengintegrasikan nuklir dalam sistem energinya.
Agus menekankan bahwa Indonesia bisa memulai dengan membangun reaktor modular kecil atau Small Modular Reactors (SMR) yang lebih aman dan fleksibel, dibanding langsung membangun pembangkit besar berisiko tinggi.
Strategi Jangka Panjang
Dalam tulisan yang sama, Agus juga menyoroti tantangan lain: keterbatasan sumber daya nuklir dalam negeri. Indonesia hanya memiliki sekitar 90.000 ton uranium dan 150.000 ton thorium,jumlah yang dinilainya hanya cukup untuk beberapa tahun operasi.
Untuk itu, diperlukan kemitraan strategis jangka panjang dengan negara-negara kaya sumber daya seperti Kazakhstan, Australia, Kanada, dan Namibia.
Agus menegaskan bahwa standar keamanan harus super ketat, dan setiap keputusan energi harus mempertimbangkan risiko serta manfaatnya secara menyeluruh.
“Transisi energi memang tak bisa ditawar,” tulis Agus. “Namun setiap opsi memiliki tantangan. Jika nuklir menjadi salah satu pilihan, maka semua untung-ruginya harus ditimbang dengan sangat cermat.”
Baca Juga: Mentan Amran Bakal ke Rusia Oktober 2025, Dapat Undangan Khusus dari Mentan Oksana Nikolaevna Lut