Suara.com - Praktik rangkap jabatan puluhan wakil menteri (wamen) menjadi komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak usaha patut menjadi kekhawatiran publik.
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menyebutkan kalau rangkap jabatan di pemerintahan memang telah menjadi hal biasa.
Akan tetapi, rangkap jabatan yang diberikan kepada para wamen dinilai tidak cukup beralasan logis, selain untuk bagi-bagi jabatan politik.
"Sebetulnya tidak terlalu bermasalah kalau orang itu memang mempunyai kapasitas dan kompetensi yang luar biasa. Namun kita tahu wakil-wakil menteri yang ada saat ini, umumnya mereka itu kan diangkat karena pertimbangan politis, bukan karena pertimbangan kompetensi," kata Jamiluddin kepada Suara.com, dihubungi Jumat (20/6/2025).
Menurut dia, latar belakang pengangkatan yang lebih menonjolkan kepentingan politik membuat kualitas kinerja para wamen menjadi sorotan publik.
Ia menilai sebagian besar dari mereka hanya memiliki kemampuan yang “biasa-biasa saja”.
"Kemampuan mereka sebetulnya biasa-biasa saja. Kalau mereka merangkap jabatan, kita sudah bisa membayangkan hasilnya. Tentu kita tidak yakin mereka dapat melaksanakan fungsi dan tugas di beberapa posisi yang berbeda," kritiknya.
Jamiluddin tidak serta-merta menolak prinsip rangkap jabatan, namun ia memberi catatan tegas: hanya orang-orang dengan kapasitas luar biasa atau “manusia superior” yang mampu menjalankan tugas ganda secara optimal.
Dia menyebutkan bahwa rangkap jabatan juga telah terjadi pada masa orde baru oleh BJ Habibie. Pada masa kepresidenan Soeharto, BJ Habibie menjabat sebagai Wakil Presiden sekaligus Menteri Negara Riset dan Teknologi sekutar tahun 1997-1998.
Baca Juga: Yovie Widianto Disindir Mau Nyanyiin Pupuk, Prabowo Kena Sentil Anulir Kebijakan
Menurit Jamiluddin, rangkap jabatan seperti itu hanya mampu dilakukan oleh manusia dengan kemampuan luar biasa seperti BJ Habibie.
"Namun kita tahu, orang sekelas Habibie itu kan tidak banyak," kata dia.
Kondisi tersebut, menurutnya, tidak terjadi pada para wamen yang kini juga rangkap jabatan menjadi komisaris di BUMN.
"Jadi saya sedikit mau simpulkan, perangkap jabatan boleh saja selama itu memang termasuk manusia superior. Namun kita harus jujur, dikaitkan dengan wakil-wakil menteri yang banyak merangkap di komisaris BUMN, saya melihat kompetensi mereka hanyalah standar," ujarnya.
Fenomena ini, lanjut Jamiluddin, sudah terlihat dampaknya. Ia menyoroti kinerja BUMN yang menurutnya cenderung stagnan dan bahkan memburuk di banyak sektor.
"Kita khawatir kalau mereka merangkap jabatan, itu juga sekarang sudah terlihat BUMN-BUMN kita itu kan tidak mempunyai prestasi yang luar biasa. Artinya hanya 1 atau 2 BUMN yang memang dinilai berhasil. Tapi lebih banyak BUMN yang dinilai merah, artinya merugi atau tidak berhasil," kritiknya.