Namun, kondisi geografis Rinjani yang ekstrem, berupa tebing curam, pasir labil, dan cuaca yang tidak menentu, menjadi kendala besar dalam upaya pencarian dan evakuasi.
Pada hari pertama pencarian, tim sempat mendengar suara teriakan minta tolong dan mencoba turun sejauh 300 meter, tapi belum berhasil menemukannya.
Baru pada Senin, 23 Juni 2025, drone thermal milik Basarnas berhasil mendeteksi keberadaan Juliana di dasar jurang, dalam posisi tersangkut di tebing batu.
Awalnya ada laporan bahwa dia masih sadar dan gelisah. Namun, pantauan terbaru menunjukkan bahwa Juliana tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
Dugaan kuat pun muncul bahwa perempuan yang disebut berusia sekitar 26 atau 27 tahun itu telah meninggal dunia.
Hingga Rabu, 25 Juni 2025, proses evakuasi masih berlangsung dengan sangat hati-hati.
Medan yang berbahaya dan cuaca yang kerap berubah membuat upaya pengevakuasian menjadi sangat sulit.
Gubernur NTB telah menyiapkan tiga helikopter untuk membantu evakuasi udara.
Namun, keterbatasan jarak pandang akibat kabut membuat helikopter belum dapat dikerahkan secara optimal.
Baca Juga: Timnas Indonesia U-17 vs Brasil, Begini Reaksi Berkelas Nova Arianto
Dampak dan Sorotan Publik
Insiden ini segera menjadi perhatian Internasional, khususnya di negara asal korban, Brasil.
Netizen Brasil membanjiri media sosial Presiden RI Prabowo Subianto, menuntut percepatan evakuasi dan tindakan tanggap dari pemerintah Indonesia.
Beberapa bahkan melontarkan sumpah serapah dan kritikan, menuding pemerintah Indonesia kurang tanggap.
Kejadian tragis ini juga memicu evaluasi menyeluruh terhadap sistem keselamatan pendakian di Indonesia.
Banyak pihak menyoroti keputusan pemandu yang meninggalkan peserta pendakian sendirian dalam kondisi lelah.