Suara.com - Tragedi meninggalnya pendaki wanita asal Brasil, Juliana Marins (26), di Gunung Rinjani tidak hanya menyisakan duka dan pertanyaan teknis seputar evakuasi, tetapi juga memicu sebuah fenomena digital yang tak terduga.
Di tengah keputusasaan dan lambatnya proses penyelamatan, ribuan warganet Brasil menyerbu kolom komentar akun media sosial Presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto, menjadikannya sebagai tumpuan harapan terakhir.
Insiden ini menjadi potret kompleks dari sebuah tragedi modern, di mana harapan dan diplomasi digital dari warga negara asing berbenturan langsung dengan kenyataan pahit di lapangan yang dibatasi oleh hukum fisika dan keterbatasan teknologi.
Serbuan Digital ke Akun Prabowo
Saat kabar Juliana Marins terjebak di jurang Rinjani dan video drone yang menunjukkan dirinya masih hidup viral di Brasil, kepanikan dan frustrasi melanda keluarga serta publik di negara tersebut.
Dalam upaya mencari pertolongan secepat mungkin, mereka melakukan langkah yang lazim di era digital: menarik perhatian figur paling berkuasa.
Akun Instagram Presiden Joko Widodo dan, yang paling signifikan, Presiden terpilih Prabowo Subianto, dibanjiri komentar berbahasa Portugis. "Akun Instagram Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo dibanjiri komentar dari warganet Brasil yang memohon percepatan evakuasi menggunakan helikopter," lapor sejumlah media nasional pada hari Minggu, 22 Juni 2025.
Pesan-pesan seperti "Ajude-nos, por favor" (Tolong kami) dan permohonan untuk mengerahkan segala sumber daya negara menjadi pemandangan umum. Bagi mereka, Prabowo adalah simbol otoritas tertinggi yang diharapkan bisa menerobos segala kebuntuan birokrasi dan teknis.
Fakta Pahit di Ketinggian 9.400 Kaki
Baca Juga: 7 Kisah Tragis Pendaki Tewas di Gunung yang Mengguncang Dunia, Terbaru Juliana Marins
Namun, harapan yang digantungkan di dunia maya itu harus berhadapan dengan tembok realitas di lereng Rinjani. Tim SAR gabungan yang terdiri dari Basarnas, TNI, Polri, dan relawan bukannya tidak berusaha. Mereka berpacu dengan waktu, namun dihadapkan pada medan vertikal dan cuaca yang tidak menentu.
Puncak dari operasi penyelamatan yang dramatis terjadi pada Selasa malam. Kepala Basarnas, Marsekal Madya Mohammad Syafii, mengonfirmasi kabar duka tersebut.
"Pukul 18.00 WITA, satu orang rescuer dari Basarnas atas nama Khafid Hasyadi berhasil menjangkau korban pada kedalaman 600 meter, selanjutnya dilakukan pemeriksaan korban dan tidak ditemukan tanda-tanda kehidupan," kata Syafii dalam keterangan resminya.
Juliana dipastikan meninggal dunia, diduga kuat akibat kombinasi cedera dan hipotermia setelah terjebak berhari-hari.
Penjelasan Ahli: Kenapa Helikopter Tak Bisa Menjangkau?
Pertanyaan terbesar publik, baik di Indonesia maupun Brasil, adalah mengapa helikopter tidak bisa langsung diterjunkan ke lokasi korban. Pengamat penerbangan Gerry Soejatman memberikan penjelasan teknis yang mencerahkan mengapa opsi tersebut mustahil dilakukan. Menurutnya, masalah utamanya adalah ketinggian ekstrem.
"Kejadian lokasi ada di ketinggian 10.000 kaki, dimana korban jatuh di lereng ke ketinggian sekitar 9.400ft," tulis Gerry di akun X (dulu Twitter) pribadinya.
Pada ketinggian ini, helikopter harus melakukan manuver Hover Out of Ground Effect (OGE), atau melayang stabil tanpa bantuan bantalan udara dari daratan. Kemampuan ini sangat terbatas.
Gerry memaparkan data spesifikasi helikopter milik Basarnas. "Untuk helicopter AW139, ketinggian maksimum untuk hover OGE adalah 8.130 kaki. Untuk AS365, hover OGE maksimum bisa dilakukan di 3.740ft."
Dengan lokasi korban di 9.400 kaki, angka ini menunjukkan bahwa secara teknis helikopter Basarnas tidak akan mampu melakukan operasi penyelamatan (hoisting) di titik tersebut.
"Jadi di sini bisa kelihatan, heli BASARNAS tidak akan bisa melakukan hoisting rescue korban, mau cuacanya bagus sekalipun," tegasnya.
Penjelasan ini mengonfirmasi bahwa meskipun seruan kepada Prabowo dan otoritas Indonesia sangat masif dan penuh harapan, kendala utama dalam tragedi ini bukanlah keengganan, melainkan batas kemampuan teknologi yang tidak dapat dilanggar dalam kondisi alam yang ekstrem.