Suara.com - Suasana rapat kerja antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dengan Komisi VII DPR RI memanas, Rabu (2/7/2025).
Tidak hanya karena pembahasan kebijakan, tetapi juga karena luapan emosi sang menteri yang berakar dari pengalaman masa kecilnya yang sulit.
Dengan nada tinggi, Bahlil menyemprot pejabat PLN yang hadir, merefleksikan kemarahannya atas lambatnya program listrik masuk desa.
Kemarahan Bahlil ini ternyata bukan tanpa alasan.
Sebelumnya, ia mengaku telah menceritakan kisah hidupnya kepada Presiden Prabowo Subianto.
Dia mengaku sempat curhat ke Prabowo tentang bagaimana ia tumbuh besar di desa tanpa sentuhan listrik sama sekali.
Pengalaman inilah yang menjadi bahan bakar utama Bahlil dalam mendorong percepatan elektrifikasi di seluruh pelosok negeri.
"Saya sudah lapor kepada Bapak Presiden. 'Pak Presiden, dari sekian menteri bapak ini, mungkin salah satu menteri yang lahir di desa, dan cuma pakai lampu pelita, itu saya'," kata Bahlil dalam rapat bersama Komisi VII DPR di Gedung DPR.
Ia mengenang masa-masa sulitnya dengan detail yang menyentuh.
Baca Juga: Pemerintah Akan Tetapkan Satu Harga LPG 3 Kg, Bahlil: Supaya Tak Ada Gerakan Tambahan di Bawah
Baginya, lampu Petromaks sudah menjadi simbol kekayaan di kampungnya, sebuah kemewahan yang tak terjangkau.
"Saya sampai SD tak ada listrik. Kalau ada petromaks, sudah orang kaya itu di kampung. Itu saya pakai kaleng susu, pakai sumbu, pakai minyak tanah. Kalau belajar, bangun pagi, di sini hitam. Syukur kalau ke sekolah kita mandi, kalau enggak mandi pasti kelihatan hitamnya," kata Bahlil, menunjuk ke bagian hidungnya yang kerap menghitam karena jelaga lampu pelita.
Pengalaman pribadi yang pahit ini membuat Bahlil tidak bisa menoleransi birokrasi atau kinerja yang lamban dalam menyediakan akses listrik bagi masyarakat.
Dalam rapat tersebut, Bahlil secara terbuka meluapkan kekesalannya kepada jajaran direksi PLN yang dinilainya kurang responsif.
Ia menyoroti banyaknya laporan dari daerah mengenai desa-desa yang sudah puluhan tahun merdeka namun belum juga dialiri listrik.
Bagi Bahlil, persoalan listrik desa bukanlah sekadar angka dalam laporan atau target program, melainkan soal keadilan dan martabat bangsa.