Suara.com - Kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengenakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) pada olahraga padel menuai polemik. Menanggapi hal tersebut, Pemprov DKI Jakarta menegaskan bahwa pemungutan pajak atas olahraga permainan sejatinya bukan hal baru.
Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, Lusiana Herawati menjelaskan bahwa dasar pemungutan pajak ini sudah diatur sejak lama dan merupakan bagian dari pajak hiburan dalam kategori pajak daerah.
“Jadi sebenarnya olahraga permainan sudah dikenai Pajak Hiburan sejak lama dan tidak ada masalah. Adem ayem tanpa kegaduhan,” kata Lusiana dalam keterangan resmi yang diterima Suara.com, Jumat (4/7/2025).
Pajak atas hiburan, menurutnya, telah berlaku sejak Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 1997. Kemudian melalui UU Nomor 28 Tahun 2009 dan UU Nomor 1 Tahun 2022, pemerintah melakukan penyesuaian nomenklatur dan pengelompokan pajak agar lebih sesuai dengan prinsip keadilan.

Kini, olahraga permainan seperti padel dikenakan pajak melalui kategori PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan, dengan tarif sebesar 10 persen. Angka itu disebutnya lebih rendah dibandingkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen yang dikenakan pada olahraga golf.
“Olahraga yang dikenai PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan adalah olahraga permainan dengan menggunakan tempat/ruang dan/atau peralatan dan perlengkapan untuk olahraga dan kebugaran,” jelas Lusiana.
Ia menambahkan, kebijakan ini ditujukan untuk menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan, karena berbagai jenis olahraga permainan lainnya juga telah lama menjadi objek pajak.
“Jadi pengenaan Pajak PBJT Jasa Kesenian dan Hiburan atas olahraga permainan padel justru untuk menciptakan rasa keadilan,” ujar Lusiana.
Berdasar data Bapenda DKI Jakarta, hingga saat ini terdapat tujuh lapangan padel yang telah terdaftar sebagai wajib pajak PBJT sejak 2024.
Baca Juga: Istri Keliling Eropa Berkedok Misi Budaya, Pukat UGM Skakmat Menteri UMKM: Penyalahgunaan Wewenang!
Pemprov DKI pun memastikan bahwa seluruh pemungutan pajak dilakukan secara transparan dan adil. Dana yang terkumpul, ditegaskan Lusiana, akan digunakan untuk kepentingan publik.
“Yang paling utama, pemungutan pajak ini dilakukan secara adil dan transparan, dan uang pajak digunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan publik,” tegasnya.
Lebih lanjut, Lusiana mengajak masyarakat tetap aktif berolahraga dan turut bergotong royong dalam membayar pajak demi pembangunan.
“Mari tetap berolahraga agar sehat dan riang gembira, sekaligus bergotong royong membayar pajak untuk kebaikan bersama,” pungkasnya.
DPRD Prihatin Padel Kena Pajak
Sebelumnya, Ketua Komisi E DPRD DKI Jakarta, M Thamrin, menyoroti soal kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta yang mengenakan pajak 10 persen untuk olahraga padel.
Ia mengaku prihatin dengan kebijakan tersebut yang memasukkan olahraga yang sedang naik daun itu ke dalam objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa kesenian dan hiburan.
"Sepertinya saya prihatin juga atas kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang menerapkan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 10 persen untuk jasa hiburan, termasuk penyewaan lapangan padel," kata Thamrin saat dikonfirmasi, Kamis (3/7/2025).
Menurut dia, padel merupakan olahraga yang sedang digemari, terutama di kalangan anak muda urban. Keberadaan fasilitas olahraga ini seharusnya didorong, bukan justru dibebani pungutan tambahan yang berpotensi menyurutkan minat masyarakat untuk berolahraga.
"Olahraga semestinya difasilitasi dan didorong, bukan dibebani dengan pungutan yang justru berpotensi menghambat partisipasi publik," ujarnya.

Lebih lanjut, Thamrin menilai penerapan pajak hiburan terhadap aktivitas olahraga bisa menimbulkan persepsi keliru di masyarakat.
Ia khawatir masyarakat akan menyamakan olahraga dengan kegiatan komersial semata, padahal olahraga berperan penting dalam meningkatkan kualitas kesehatan dan memperkuat interaksi sosial.
Ia pun meminta Pemprov Jakarta meninjau ulang klasifikasi objek pajak agar tidak menimbulkan ketimpangan.
“Pajak daerah memang penting sebagai sumber pendapatan, tapi implementasinya tetap harus mempertimbangkan asas keadilan, manfaat sosial, dan aspirasi masyarakat,” katanya.
Thamrin mendorong adanya forum dialog antara Pemprov dan masyarakat, khususnya komunitas olahraga dan pelaku usaha, guna mencari jalan tengah agar semangat hidup sehat tak luntur akibat kebijakan fiskal.
Senada dengan Thamrin, Sekretaris Komisi C DPRD DKI Jakarta, Suhud Alynudin juga meminta Pemprov tidak gegabah dalam memungut pajak dari olahraga yang baru berkembang. Ia berpendapat, pemerintah sebaiknya memberi ruang agar olahraga padel dapat mendorong geliat ekonomi warga.
"Biarkan dahulu kegiatan ini mendorong geliat ekonomi warga," ucapnya.
Meski mengakui bahwa padel termasuk dalam kategori olahraga permainan yang lazim dikenai pajak seperti futsal atau fitness center, Suhud menilai kondisi ekonomi saat ini belum stabil.
Kebijakan yang tergesa-gesa justru bisa memantik reaksi negatif dari masyarakat.
"Respons negatif muncul mungkin juga karena melihat kondisi ekonomi yang masih berat saat ini, dan juga euforia minat terhadap olahraga ini cukup besar di masyarakat," ujarnya.
Ia memahami bahwa olahraga padel memang banyak digemari kelas menengah atas. Namun menurutnya, bukan berarti kebijakan fiskal harus langsung dikenakan.
"Tapi, menurut saya baiknya Pemprov menahan dulu untuk tidak terburu-buru mengenakan pajak saat ini," imbuh politisi PKS itu.