Perintah Presiden Prabowo: Gibran Tinggal dan Ngantor di Papua

Bernadette Sariyem Suara.Com
Selasa, 08 Juli 2025 | 12:53 WIB
Perintah Presiden Prabowo: Gibran Tinggal dan Ngantor di Papua
Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka. Kini banyak pihak mendesak DPR memakzulkan Gibran. Di tengah isu itu, Prabowo menugaskan Gibran untuk bekerja dari Papua. Bahkan dia akan dibuatkan kantor di sana. [Suara.com]

Suara.com - Biasanya, sosok yang menjabat Wakil Presiden RI tidak banyak mendapat sorotan dibanding Presiden RI. Tapi lain soal saat Wapres diemban oleh Gibran Rakabuming Raka, dia justru banyak disorot secara negatif.

Bahkan, kekinian, forum purnawirawan TNI dan banyak kalangan mendesak DPR untuk memakzulkan Gibran dari kursi wapres.

Di tengah-tengah izu pemakzulan itulah sebuah rencana besar tengah digodok di lingkaran Istana.

Gibran dipersiapkan untuk menerima penugasan khusus langsung dari Presiden Prabowo Subianto: mengatasi peliknya permasalahan di Tanah Papua.

Bahkan, nanti Gibran akan dibuatkan kantor di Papua. Dengan demikian, ia akan jauh dari pusat kekuasaan pemerintahan di Jakarta.

Secara resmi, fokus kerja Gibran nantinya tak hanya pada percepatan pembangunan, tetapi juga meredam konflik yang tak kunjung usai.

Namun, di tengah optimisme pemerintah, ada pertanyaan besar soal apakah langkah ini berpeluang menjadi solusi efektif, atau justru mengulang kembali pendekatan yang telah terbukti tumpul?

Informasi ini pertama kali diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Permasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra.

Dalam sebuah acara resmi, Yusril menyebut penugasan ini sebagai sebuah langkah strategis yang belum pernah ada sebelumnya, bahkan mengisyaratkan Gibran akan lebih banyak beraktivitas langsung di Papua.

Baca Juga: Cegah Dana Koperasi Merah Putih Dikorupsi, Kemenkop Gandeng KPK dan Kejaksaan Agung

"Saya kira ini pertama kali presiden akan memberikan penugasan untuk menangani masalah Papua. Bahkan kantor wakil presiden juga akan ada di Papua, supaya wakil presiden itu bekerja dari Papua sembari menangani masalah Papua," katanya pada Rabu (2/7/2025).

Yusril menegaskan, fokus pemerintah tidak akan lagi semata-mata pada infrastruktur fisik. Pemenuhan hak asasi manusia (HAM) disebut akan menjadi pilar utama.

Ia menyoroti pentingnya pelibatan aparat keamanan yang harus beroperasi dengan kalkulasi HAM.

Menurutnya, partisipasi publik, terutama Orang Asli Papua (OAP), menjadi krusial untuk menentukan arah pembangunan yang adil dan menghormati hak-hak kultural serta sipil mereka.

Rencana ini, klaim Yusril, adalah wujud komitmen pemerintah mendengar aspirasi rakyat Papua.

Jejak Masa Lalu dan Seruan Dialog

Gagasan menempatkan wakil presiden sebagai ujung tombak penyelesaian masalah Papua bukanlah hal baru.

Pada periode sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin telah memimpin Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP).

Untuk menunjukkan keseriusan, Ma'ruf Amin bahkan sempat berkantor selama lima hari di Papua pada Oktober 2023, melakukan serangkaian dialog dengan berbagai tokoh.

"Tolong dengar aspirasi mereka, dengar apa maunya mereka. Catat dan laporkan segera supaya kita dapat mencari solusi terbaik untuk Papua. Kalau ada usulan, saran, kita catat dan dengarkan," kata Ma'ruf Amin kala itu.

Namun, pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa kehadiran pejabat tinggi belum tentu menjamin penyelesaian akar masalah.

Kalangan akademisi yang mendalami isu Papua secara konsisten menyuarakan satu hal: kunci utama adalah dialog yang tulus.

"Ketika di forum, ada, misalnya, permintaan masyarakat untuk tidak memperbanyak pos-pos tentara di Papua. Jadi, tentara dengar sendiri bagaimana masyarakat merasa tidak nyaman dengan kehadiran tentara dan sebagainya. Itu mereka dengar sendiri," ucap salah seorang peneliti.

"Jadi itu, menurut saya, yang harus dibangun. Ini yang selalu saya ulang."

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI