Suara.com - Ekonom Universitas Paramadina, Ariyo Irhamna, menyoroti pelibatan bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam pemberian modal Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Dia menilai bank BUMN berpotensi bernasib sama dengan BUMN karya pada era Presiden ke 7 Joko Widodo yang mengalami kebangkrutan.
Ariyo merujuk pada skema permodalan koperasi desa yang merupakan pinjaman dari himpunan bank milik negara atau Himbara seperti BRI, Mandiri, dan BNI. Pemerintah menjanjikan setiap koperasi akan mendapatkan plafon Rp1 miliar hingga Rp3 miliar.
"Namun, jika pembiayaan sebesar ini dijalankan tanpa pondasi koperasi yang kuat akan memicu risiko kredit macet. Bahkan, jika alokasi kredit untuk Koperasi Merah Putih tersebut dipaksakan, bukan tidak mungkin, Bank BUMN dapat senasib seperti BUMN karya di rezim Jokowi yang dipaksa membangun proyek infrastruktur tanpa perencanaan dan studi kelayakan yang baik," kata Ariyo kepada Suara.com, Selasa (8/7/2025).
Kekhawatiran itu disampaikannya bukan tanpa alasan, pasalnya dalam waktu kurang satu tahun pemerintah mengklaim telah membentuk 80 ribu lebih koperasi desa/kelurahan yang tersebar di 38 provinsi.
Ariyo menilai pembentukan 80 ribu koperasi dalam waktu yang singkat, bukan hanya ambisius, tapi sangat berisiko, apabila tidak disertai dengan pendekatan berbasis kualitas.
"Koperasi bukan sekadar entitas hukum. Ia adalah institusi ekonomi sosial yang membutuhkan pembinaan sumber daya manusia, tata kelola kelembagaan yang akuntabel, serta integrasi pasar yang nyata. Tanpa ketiganya, koperasi mudah menjadi lembaga kosong atau lebih parah: instrumen penyaluran kredit yang tidak sehat," jelasnya.
Sebaiknya, kata Ariyo, Koperasi Merah Putih fokus difokuskan pada penguatan koperasi yang sudah terbukti beroperasi dengan baik, bukan justru membentuk koperasi dalam jumlah yang besar.
"Solusi jangka pendek yang lebih realistis dan dapat dieksekusi dengan cepat adalah dengan membentuk Badan Usaha Koperasi Sekunder sebagai anak usaha dari BRI, Mandiri, dan BNI. Badan usaha ini dapat beranggotakan koperasi-koperasi primer yang telah teruji dan memiliki basis usaha yang sehat di daerah dan desa," paparnya.
Baca Juga: Aksi Bungkam Roy Suryo di Polda Metro: Dicecar 85 Pertanyaan Ijazah Jokowi, Jawab Cuma Identitas
Dengan model yang seperti itu, pengelolaan risiko kredit yang lebih terukur, bersamaan dengan menciptakan agregasi ekonomi koperasi secara sektoral maupun wilayah.
"BRI dapat membentuk entitas koperasi sekunder yang fokus pada sektor pertanian dan UMKM perdesaan, Mandiri pada sektor perdagangan dan jasa, sementara BNI pada sektor industri kecil-menengah. Dengan pendekatan berbasis sektor dan wilayah, maka potensi konflik kepentingan dan kompetisi tidak sehat antar koperasi dapat ditekan," ujarnya.
"Dengan model kebijakan seperti ini, koperasi-koperasi anggota akan memiliki akses pembiayaan yang lebih sehat, layanan manajemen terpadu, serta integrasi ke dalam rantai nilai yang lebih kuat," sambungnya.
Sebagai catatan, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengungkap hingga saat ini telah terbentuk 80.480 koperasi desa/kelurahan.
Sesuai dengan arahan Presiden Prabowo ribuan koperasi itu ditargetkan mulai beroperasi pada akhir tahun 2025. Selain itu, pada 19 Juli nanti sebanyak 103 koperasi desa/kelurahan percontohan akan diluncurkan Presiden Prabowo di Klaten, Jawa Tengah.