Namun, di sisi lain, PDIP melihatnya dari kacamata yang berbeda. Peringatan Andreas merefleksikan kekhawatiran bahwa pendekatan "top-down" dengan menempatkan figur sekaliber Wapres di Papua, tanpa menyelesaikan dulu "pekerjaan rumah" yang lebih mendasar, berisiko menciptakan gesekan baru. Isu sensitivitas dan keadilan alokasi anggaran menjadi sorotan utama.
Duel narasi ini pun tak terhindarkan. Pemerintah menawarkan sebuah visi terobosan dengan Gibran sebagai simbol keseriusan dan pendekatan baru.
Sementara PDIP mengingatkan bahwa solusi untuk Papua tidak bisa disederhanakan dengan kehadiran satu figur, melainkan harus dimulai dari pemenuhan janji-janji pembangunan yang selama ini masih tertatih, terutama pasca-pemekaran wilayah.
Yusril klarifikasi
Terbaru, Yusril justru meluruskan pernyataannya sendiri. Ia mengklarifikasi yang dimaksud berkantor di Papua bukanlah Gibran secara personal, melainkan Sekretariat Badan Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
Badan ini, kata dia, yang memang berada di bawah koordinasi Wapres, akan memiliki kantor operasional di Papua untuk memastikan program berjalan efektif.
"Jadi, bukan Wakil Presiden yang akan berkantor di Papua, apalagi akan pindah kantor ke Papua. Tidak mungkin Wapres Gibran pindah kantor ke Papua" kata Yusril dalam siaran pers, Rabu siang.