Suara.com - Sabrang Mowo Damar Panuluh alias Noe Letto, menyindir Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengenai lapangan pekerjaan.
Saat berpidato dalam acara Human Capital Summit 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC), Selasa (3/6/2025), Bahlil melontarkan kalimat nyelekit mengenai pengangguran.
Bahlil menyebut bahwa masyarakat seharusnya melakukan introspeksi dan tidak “kufur nikmat” ketika berbicara soal ketersediaan lapangan kerja di Indonesia.
"Jadi kalau ada yang mengatakan bahwa lapangan pekerjaan tidak ada, saya pikir harus kita menjadi introspeksi kolektif gitu ya dan jangan kufur nikmat," kata Bahlil.
Dalam akun Youtube pribadi Noe Letto, @Sabrang MDP Official yang tayang pada Rabu (10/7/2025), putra Cak Nun itu menanggapi pernyataan Bahlil.
"Kalau yang penting cari duit, berarti ya boleh aja toh nyopet, korupsi, muka mah taruh mana aja, enggak masalah, harga diri enggak penting, kejujuran enggak penting. Yang penting kan makan. Merugikan orang lain enggak penting. Itu harus-harus benar itu introspeksi dirinya. Yang penting kan dapat duit itu tadi," sindir Sabrang.
Lebih lanjut, Sabrang juga menyinggung soal orang yang mencari keuntungan dengan cari tidak halal. Bahkan, Sabrang memberikan kalimat yang nyelekit terkait orang-orang yang hanya mencari keuntungan pribadi lewat pekerjannya.
"Nah, kalau berusaha mencari duit ya enggak usah pakai banyak halangan, enggak usah pakai syarat-syarat yang banyak, enggak perlu syarat moral, enggak perlu syarat halal, enggak perlu syarat macam-macam. Cari duit kok istilahnya" ujarnya.
"Yang penting sekarang saya bisa tertawa-tertawa. Duduk santai sambil ngopi. Eh, ngopi bukan kelasnya ya. Duduk santai sambil minum whisky dan kemudian ee menikmati hidup. Kalau kamu enggak bisa cari pekerjaan, mungkin itu salahmu kurang introspeksi diri. Banyak yang bisa dilakukan untuk mencari duit," imbuhnya menyindir Bahlil yang fotonya sedang minum wiski pernah viral di media sosial.
Baca Juga: Sindir soal Korupsi hingga Moral, Kritik Telak Putra Cak Nun usai Bahlil Bilang Jangan Kufur Nikmat
Masa Kecil Noe Letto
Sabrang Mowo Damar Panuluh adalah putra dari pasangan Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun dengan Neneng.
Ketika usianya masih 6 tahun, pria kelahiran Yogyakarta, 10 Juni 1979, ini dihadapi kenyataan pahit: kedua orang tuanya bercerai.
Perpisahan ini sempat membuat vokalis band Letto ini bertanya-tanya, mengapa itu bisa terjadi? Dia pun sering menanyakan perihal ini ke sang ayah.
Jawaban-jawaban Cak Nun mampu membuat Noe menerima terhadap keputusan kedua orang tuanya itu. Dia menanggap itu bukanlah perpisahan.
"Saya tidak menerima itu sebagai suatu perpisahan. Karena CN sering datang ke lampung. Hubungan mereka tetap seperti saudara. sampai sekarangpun tetap baik," ujar Noe dikutip dari the-letto.blogspot.com.
Noe mengaku perceraian kedua orang tuanya tidak menjadi pengalaman traumatis dalam hidupnya. Bagi dia itu adalah keputusan logis, bukan emosional semata.
"Yang terbaik emang seperti itu. kalaupun mereka pisah saya nggak merasa kehilangan apapun," terang anak pertama dari empat bersaudara ini.
Pendidikan
Bicara pendidikan, Noe Letto merupakan lulusan SDN 1 Yosomulyo, Metro, Lampung. Dia lalu mengeyam pendidikan SMP di SMP Xaverius Metro.
Setelah itu, Noe melanjukan jenjang pendidikan menengah atas di SMAN 7 Yogyakarta. Pada tahun 1998, Noe menantang otaknya di University of Alberta Kanada di Kanada, mengambil konsentrasi Matematika.
Tak puas, ia menambah lagi satu bidang yang tak kalah rumit: Kimia. Namun, di tengah dinginnya Kanada dan kerasnya ilmu eksak, sebuah benih lain mulai tumbuh.
Ia juga mempelajari teknologi musik, sebuah persimpangan tak terduga antara seni dan sains. Ketika ia kembali ke Indonesia pada 2004, ia pulang dengan kepala yang penuh ide.
"Ide-ide tentang ilmu yang dulu saya pelajari di Kanada tak kumpulin di HP. Entah kapan punya kesempatan untuk merealisasikan ide itu," kenangnya.
Menjadi Musisi
Cita-citanya saat itu bukanlah menjadi bintang rock, melainkan memiliki pusat riset ilmu pengetahuan.
Lantas, bagaimana seorang calon ilmuwan bisa banting setir menjadi vokalis band ternama? Jawabannya tersembunyi dalam sebuah kaset bekas.
Pemberian dari pamannya saat ia masih SMP, sebuah kaset berisi kumpulan lagu Queen, menjadi titik baliknya.
Musik legendaris itu menggerakkan sesuatu dalam dirinya, sebuah hasrat untuk menciptakan karya yang bisa "menggerakkan rasa dan menggerakkan perasaan orang lain." Keyboard menjadi medium pertamanya.
Ironisnya, pria bersuara khas ini mengaku tak bisa bernyanyi. Perannya sebagai vokalis lahir dari keterpaksaan.
"Sebenernya aku gak iso nyanyi. Karena kebetulan saat bikin lagu, tidah ada yang nyanyi. jadi sebenernya terpaksa. lantas kemudian ketika memasuki wilayah industri, harus nyanyi," candanya.
Studio Kyai Kanjeng milik ayahnya menjadi laboratorium musiknya. Di sanalah alkimia itu terjadi.
Pengetahuan tentang mixing, mastering, dan produksi ia lahap habis. Kreativitasnya yang terasah di antara tumpukan buku sains kini bermetamorfosis menjadi lagu-lagu hits yang kita kenal hari ini.
Meski karyanya dipuja, Noe tetap membumi, sadar akan kekurangannya. Ia tak malu berguru pada siapa saja.
"Saya belajar kepada ibu Bertha. Menimba ilmu dengan siapa saja. Malah kalo ketemu Rendra, saya banyak belajar dari dia bagaimana mengangkat performance di atas panggung," akunya jujur.
Sikapnya yang matang juga tercermin saat ditanya soal narkoba, sebuah godaan yang akrab dengan dunia hiburan.
Dengan kecerdasan seorang diplomat, ia menjawab, "Semua orang tau bahwa api itu panas. Apa perlu membuktikan sendiri kalo api itu panas. Begitu juga narkoba. saya sudah melihat sendiri bagaimana efek yang ditimbulkan narkoba."