Kedua, dan tak kalah serius, adalah dakwaan perintangan penyidikan (obstruction of justice).
![Terdakwa kasus dugaan perintangan penyidikan kasus korupsi Harun Masiku dan pemberian suap, Hasto Kristiyanto saat menunggu untuk menjalani sidang Tuntutam di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (3/7/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/03/15169-sidang-hasto-kristiyanto.jpg)
Jaksa meyakini Hasto secara aktif berusaha menggagalkan proses hukum yang dilakukan KPK, yang diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor.
Menurut Ketua KPK Setyo Budiyanto saat mengumumkan status tersangka pada 24 Desember 2024 lalu, Hasto terbukti terlibat berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) terpisah untuk kedua kasus tersebut.
Bukti perintangan penyidikan yang diungkap KPK cukup gamblang.
Hasto dituduh memerintahkan beberapa tindakan krusial untuk menghilangkan jejak saat KPK melancarkan operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020.
"Bahwa pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, HK memerintahkan Nur Hasan penjaga rumah aspirasi di Jalan Sutan Syahrir Nomor 12 A yang biasa digunakan sebagai kantor oleh HK untuk menelepon Harun Masiku supaya meredam handphone-nya dalam air dan segera melarikan diri," kata Setyo.
Upaya serupa diduga kembali terjadi pada Juni 2024, di mana Hasto disebut memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponsel agar tak disita penyidik.
Tak hanya itu, ia juga dituduh mengarahkan para saksi untuk memberikan keterangan yang tidak benar kepada KPK.
“HK mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya,” ujar Setyo.
Baca Juga: Dituntut 7 Tahun Penjara, Hasto Melawan: Ini Penjajahan Gaya Baru