Suara.com - Kepolisian tampaknya mesti bekerja ekstra lantaran kasus kematian staf Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Arya Daru Pangayunan dianggap cukup sulit. Pernyataan itu disampaikan oleh mantan Kabareskrim Polri, Komjen (Purn), Arief Sulistyanto.
Dalam program yang tayang di channel Youtube, KOMPASTV pada Jumat (12/7/2025), Arief Sulistyanto menyebut penyidik kepolisian perlu menemukan banyak bukti-bukti untuk bisa mengungkap misteri kematian Arya Daru. Sebab, menurutnya, perkara tersebut memiliki tingkat kesulitan yang tinggi.
Arief juga menyebutkan rekam jejak korban termasuk latar belakang keluarga hingga pekerjaan juga mesti didalami oleh kepolisian.
"Perkara seperti ini tingkat kesulitannya cukup tinggi sehingga penyidik harus mengumpulkan alat bukti yang sebanyak-banyaknya termasuk latar belakang kehidupan korban, latar belakang pribadinya dia, kemudian keluarganya sampai latar belakang pekerjaannya," ujar Arief Sulistyanto dilihat pada Sabtu (12/7/2025).
Arief menyebut jika kasus Arya Daru juga menjadi tantangan besar bagi kepolisian. Sebab, berbagai spekulasi bermunculan sejak diplomat muda itu ditemukan tewas dengan wajah terbebat lakban. Menurutnya, pengusutan kasus itu juga mesti berlandaskan scientific crime investigation alias SCI.
![Kabaharkam Polri Komjen Arief Sulistyanto usai penerimaan jenazah dua kru helikopter Baharkam Polri P-1103 di Pondok Cabe, Pamulang, Tangsel, pada Rabu (30/11/2021). [SuaraJakarta.id/Wivy Hikmatullah]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2022/11/30/25171-kabaharkam-polri-komjen-arief-sulistyanto.jpg)
"Memang yang dihadapi penyidik sekarang cukup berat. Beratnya menghadapi opini, spekulasi, dan teori-teori yang disampaikan oleh netizen di media sosial. Dan ini harus bisa diatasi oleh penyidik dengan melakukan penyidikan secara objektif berdasarkan scientific crime investigation yang saya sampaikan tadi," bebernya.
Arief pun menyoroti isu liar yang mengaitkan kematian Arya Daru berkaitan dengan tugasnya sebagai diplomat yang kabarnya sempat menangani kasus tindak pidana perdagangan orang alias TPPO jaringan internasional. Selain itu ada pula yang mengait-ngaitkan dengan teori pembungkaman terkait kondisi Arya yang tewas dalam kondisi terlakban.
"Sampai ada yang spekulasi begini, karena ini dilakban maka ini adalah teori pembungkaman. Dasarnya apa gitu loh? Padahal belum ada bukti-bukti yang mendukung terhadap pernyataan itu," ujarnya.
"Jadinya nanti malah enggak benar, malah menyesatkan. Nah, inilah tantangan yang harus dihadapi oleh penyidik," sambung Arief Sulistyanto.
Baca Juga: Diplomat Kemlu Tewas Terlakban, Polisi Sebut Jasad Arya Daru jadi Barang Bukti Platinum, Mengapa?
Dia pun mengingatkan penyidik tidak terjebak atas munculnya beragam spekulasi yang dikait-kaitkan dengan kematian Arya Daru.
"Penyidik harus tetap on the track, penyidik harus tetap objektif dan menjaga etik, moral, profesionalitas dia di dalam melakukan penyidikan untuk menemukan kebenaran yang sebenarnya. Bukan kebenaran yang dibuat-buat tapi kebenaran yang didasarkan pada kejujuran," ungkapnya.
Mayat Terlakban di Indekos
Seperti diketahui, Arya Daru ditemukan tewas di kamar indekosnya di Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (8/7/2025). Saat ditemukan, kepalanya terlilit lakban kuning dan tubuhnya terbungkus selimut.

Polisi telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk istri, penjaga kos, dan rekan korban, serta menyita dua CCTV dari lokasi.
Kematian Arya menyita perhatian publik lantaran posisinya sebagai Fungsional Diplomat Ahli Muda, Direktorat Perlindungan WNI, Kementerian Luar Negeri RI. Pria berusia 39 itu disebut-sebut pernah menjadi saksi penting dalam pengungkapan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO di Jepang.