Dalam hal penanganan karhutla, Fahrizal berharap pemerintah kabupaten dan kota turut aktif menggerakkan upaya pencegahan dan penanggulangan.
Meskipun di kawasan hutan telah terdapat pasukan khusus Manggala Agni, di luar kawasan tersebut penanganan lebih banyak bergantung pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
"Kita berharap dukungan dari pemerintah kabupaten kota yang ada di Sulsel untuk menggerakkan. Kalau kami sudah ada Manggala Agni untuk kawasan hutan. Di luar kasus hutan, biasanya BPBD untuk meningkatkan kesiapsiagaannya," tuturnya.
Sayangnya, Fahrizal mengakui keterbatasan personel menjadi tantangan tersendiri. Saat ini, personel Manggala Agni yang berada di Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Sulsel hanya sekitar 70 orang.
"Tadi disampaikan terutama untuk tenaga Manggala Agni yang di KPH ada 70 orang. Itu memang jumlahnya masih terbatas. Kami juga punya personel di Manggala Agni. Jadi, ini juga saling membantu nantinya," paparnya.
Risiko Berulang
Dengan cuaca ekstrem dan tren kekeringan yang meningkat, potensi karhutla diprediksi masih akan terus berulang jika tidak ada perubahan perilaku dan peningkatan infrastruktur mitigasi.
Sulawesi Selatan bukan satu-satunya provinsi yang terdampak karhutla. Namun data terbaru ini menempatkan wilayah tersebut dalam kondisi rawan, terlebih dengan dominasi kebakaran di lahan non-kawasan hutan.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Kehutanan menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor, mulai dari edukasi masyarakat, kesiapsiagaan aparat daerah, hingga peningkatan kapasitas tenaga lapangan agar potensi kebakaran bisa diminimalkan ke depan.
Baca Juga: Indonesia Dukung Mekanisme Pendanaan Baru untuk Hutan Tropis: Apa Itu TFFF dan Mengapa Penting?
Kontributor : Lorensia Clara Tambing