Saat Polisi Jadi Wasit Harga, Pengamat Sebut Ini Resep Gagal Sejak Zaman Sukarno

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Senin, 14 Juli 2025 | 22:44 WIB
Saat Polisi Jadi Wasit Harga, Pengamat Sebut Ini Resep Gagal Sejak Zaman Sukarno
Keterlibatan polisi di Satgas Pangan dikritik pengamat ekonomi.[Suara.com/Dok. Polda Metro Jaya]

Suara.com - Di tengah upaya pemerintah untuk menstabilkan harga pangan yang kerap bergejolak, sebuah paradoks mengemuka. Senjata yang digunakan untuk menenangkan pasar, yakni pengerahan aparat kepolisian dalam Satuan Tugas (Satgas) Pangan, justru dinilai menjadi sumber kecemasan baru.

Alih-alih menciptakan stabilitas, pendekatan ini dikhawatirkan memicu ketidakpastian dan ketakutan di kalangan para pelaku usaha pangan.

Kritik tajam ini dilontarkan oleh Khudori, Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia. Menurutnya, pemerintah saat ini seolah menempatkan para pengusaha pangan sebagai musuh yang harus diawasi dengan ketat oleh aparat keamanan.

“Jangan jadikan polisi itu polisi ekonomi. Sekarang ini pemerintah kepada pelaku usaha itu seperti memusuhi. Ini enggak bagus,” tegasnya dalam sebuah diskusi yang digelar Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) di Jakarta, Senin (14/7/2025).

Deja Vu Resep Gagal Era 1950-an

Menurut Khudori, strategi menggunakan aparat keamanan untuk mengurus urusan ekonomi bukanlah hal baru, dan rekam jejaknya pun suram.

Ia mengingatkan bahwa pendekatan semacam ini terbukti gagal menciptakan stabilitas, bahkan sejak era Presiden Sukarno pada tahun 1950-an. Logikanya sederhana: pengerahan aparat hanya akan membuat pelaku usaha ketakutan, bukan termotivasi untuk menjaga kelancaran pasokan.

Saat ini, Satgas Pangan Polri dinilai terlalu menonjol dan berperan seolah menjadi "tangan kanan" Menteri Pertanian dalam urusan harga bahan pokok.

Bukannya menciptakan ketenangan, dominasi pendekatan keamanan ini justru memicu iklim ketidakpastian usaha di sektor yang sangat vital bagi hajat hidup orang banyak.

Baca Juga: Apa Kabar Aturan Tarif Satu Harga LPG 3 Kg ? Ini Kata Bahlil

Satgas Pangan, yang dibentuk sejak 2017, memang memiliki kewenangan luas, mulai dari pengawasan, penindakan, hingga penegakan hukum terhadap praktik seperti penimbunan atau spekulasi harga.

Tugasnya adalah memastikan kelancaran distribusi dan menindak pelaku curang. Namun, ketika wajah utama dari tugas ini adalah aparat kepolisian, persepsi yang muncul bukanlah pengawasan, melainkan intimidasi.

Kembalikan ke Jalur yang Benar

Lantas, apa solusinya? Khudori menyarankan agar pemerintah mengembalikan fungsi ini ke jalur yang semestinya.

Pengawasan dan penegakan aturan ekonomi seharusnya menjadi domain utama lembaga sipil yang relevan, yaitu Direktorat Jenderal Tertib Niaga dan Perlindungan Konsumen di bawah Kementerian Perdagangan.

Mekanismenya seharusnya jelas: biarkan Kemendag melakukan pengawasan dan audit. Jika dalam proses tersebut ditemukan adanya bukti kuat perilaku curang atau unsur pidana, barulah kasus tersebut dilimpahkan kepada kepolisian untuk proses penegakan hukum.

"Polisi baru masuk ketika ditemukan pidana," tekan Khudori.

Dengan cara ini, fungsi setiap lembaga berjalan sesuai koridornya. Pasar diawasi oleh regulator ekonomi, sementara aparat keamanan fokus pada penindakan kejahatan yang telah terbukti.

Pendekatan ini diyakini jauh lebih efektif untuk menciptakan stabilitas pasar yang sehat, tanpa harus mengorbankan iklim usaha yang kondusif dan penuh rasa aman. (ANTARA)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI