Ratusan Triliun Hilang Percuma? Bansos Akan Difokuskan ke Lansia & ODGJ, Tapi... Sistem Bobrok Dulu Diatasi

Selasa, 15 Juli 2025 | 14:14 WIB
Ratusan Triliun Hilang Percuma? Bansos Akan Difokuskan ke Lansia & ODGJ, Tapi... Sistem Bobrok Dulu Diatasi
Ilustrasi Bansos. Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) akan memberikan bansos ke lansia dan ODGJ. Rakyat miskin yang mampu bekerja tak lagi diberikan. (Ai.Gemini)

Suara.com - Pemerintah menggaungkan rencana perombakan skema bantuan sosial (bansos) yang akan mengubah peta penerima manfaat secara fundamental. Kebijakan baru ini menetapkan warga lanjut usia (lansia), penyandang disabilitas, dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) sebagai penerima bansos permanen atau "abadi".

Sebaliknya, masyarakat miskin yang masih tergolong usia produktif dan mampu bekerja tidak akan lagi menerima bantuan tunai dan akan dialihkan ke program pemberdayaan ekonomi.

Wacana yang digulirkan oleh Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) ini sontak memicu perdebatan publik.

Kepala BP Taskin, Budiman Sudjatmiko, menyatakan langkah ini diambil untuk membuat bansos lebih tepat sasaran dan mengatasi masalah penyalahgunaan, termasuk yang marak digunakan untuk judi online.

"Kami dalam rencana induk mengatakan, bansos baiknya hanya untuk yang lansia, ya, mungkin difabel, mungkin yang ODGJ. Kalau orang miskinnya masih kuat, ya menurut saya wajib hukumnya mereka diintegrasikan ke dalam sembilan amal usaha ekonomi modern," kata Budiman dikutip Selasa (15/7/2025).

Sembilan sektor yang dimaksud mencakup industri pangan, kesehatan, pendidikan, hingga energi terbarukan, yang dirancang untuk memberikan "perahu ekonomi" ketimbang sekadar "pelampung".

Penyertaan ODGJ sebagai penerima bansos permanen menjadi salah satu sorotan utama.

Di satu sisi, langkah ini dipandang sebagai bentuk pengakuan negara terhadap kelompok rentan yang selama ini sering terpinggirkan.

Namun, di sisi lain, muncul pertanyaan di kalangan warganet mengenai teknis penyaluran agar bantuan tersebut benar-benar sampai dan dimanfaatkan dengan baik oleh atau untuk kepentingan ODGJ, mengingat kondisi mereka yang memerlukan pendampingan khusus.

Baca Juga: Pemerintah Siapkan kebijakan Pembatasan Bansos Maksimal Hanya Lima Tahun

Polemik Penyaluran dan Sengkarut Data

Polemik terbesar dari kebijakan ini bukan hanya soal siapa yang berhak menerima, tetapi juga tentang carut-marut sistem penyaluran bansos di Indonesia yang telah berlangsung lama.

Sejak pandemi Covid-19, pemerintah telah menggelontorkan anggaran perlindungan sosial (perlinsos) dalam jumlah masif.

Pada tahun 2020, anggaran perlinsos bahkan menembus angka Rp498 triliun.

Untuk tahun 2024, alokasi yang disiapkan mencapai Rp496,8 triliun.

Meski digelontorkan dana fantastis, efektivitasnya terus dipertanyakan.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Ombudsman RI berulang kali menyoroti masalah klasik yang tak kunjung usai.

Temuan Ombudsman pada periode 2020-2021 mengidentifikasi empat masalah utama: data penerima yang tidak valid (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial/DTKS), mitra penyalur yang tidak merata, alur pendaftaran yang rumit, dan pengelolaan pengaduan yang tidak optimal.

Masalah data menjadi yang paling kronis. Masih ditemukan data orang yang telah meninggal, NIK invalid, hingga data ganda yang masih menerima bantuan.

Akibatnya, negara diperkirakan merugi hingga ratusan miliar rupiah per bulan.

Kondisi ini diperparah dengan adanya pemotongan dana oleh oknum aparat dan penyaluran yang tidak merata, di mana ada warga yang seharusnya layak justru tidak menerima bantuan sama sekali.

Rencana pemerintah untuk memfokuskan bansos pada lansia, disabilitas, dan ODGJ merupakan sebuah terobosan.

Namun, tanpa perbaikan fundamental pada sistem data, transparansi, dan mekanisme penyaluran di lapangan, kebijakan baru ini dikhawatirkan hanya akan menjadi babak baru dari sengkarut penyaluran bansos yang belum menemukan titik terang.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI