Geruduk Balai Kota: Warga Rusun Protes Bayar Air Lebih Mahal dari Apartemen Mewah

Senin, 21 Juli 2025 | 15:38 WIB
Geruduk Balai Kota: Warga Rusun Protes Bayar Air Lebih Mahal dari Apartemen Mewah
Ratusan warga rumah susun atau rusun berunjuk rasa terkait masalah tarif air bersih PAM Jaya di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (21/7/2025). [Suara.com/Fakhri]

Suara.com - Kawasan Balai Kota DKI Jakarta dipadati ribuan warga rumah susun (rusun) dari berbagai penjuru ibu kota pada Senin (21/7/2025). Mereka menyuarakan satu tuntutan: batalkan kebijakan tarif air bersih PAM Jaya yang dinilai tidak adil dan mencekik masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Aksi yang dimotori oleh Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) ini membentangkan puluhan spanduk protes. Pesan utamanya menyoroti kebijakan yang mengklasifikasikan hunian vertikal mereka setara dengan bangunan komersial.

"Penghuni Rusun Diperlakukan Tidak Adil, Tarif dan Golongannya Disamakan Gedung Komersial," bunyi salah satu spanduk.

Akar Masalah: Kebijakan Cacat Hukum

Ketua Umum DPP P3RSI, Adjit Lauhatta, dalam orasinya menyebut akar persoalan adalah Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 730/2024. Aturan inilah yang memaksa warga rusun masuk dalam kategori pelanggan komersial (Kelompok K III), sejajar dengan mal, pabrik, dan apartemen mewah.

"Kami dipaksa membayar tarif air bersih lebih mahal (Rp21.550/m³) dibandingkan Rumah Tangga di Atas Menengah dan Rusun Mewah sekalipun (Rp17.500/m³)," tegas Adjit.

Ironisnya, menurut Ketua PPPSRS Kalibata City, Musdalifah Pangka, kebijakan ini juga salah sasaran. Rusunami bersubsidi yang seharusnya mendapat tarif ringan justru dikenakan tarif kelas menengah.

"Rusunami kami diklasifikasikan sebagai Rumah Susun Menengah dengan tarif Rp12.500, bukan Rumah Susun Sederhana yang tarifnya hanya Rp7.500. Ini penempatan yang keliru," jelas Musdalifah.

Diabaikan Pemerintah, Gugatan ke MA Menanti

Baca Juga: Permintaan Flyover dan Rusun dari Pemkot Bekasi, Pemprov DKI Masih Lakukan Pendalaman

Kekecewaan warga memuncak karena merasa suara mereka diabaikan oleh Pemprov DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Gubernur Pramono Anung.

"Kami tak paham mengapa Pak Gubernur seakan tutup mata. Puluhan laporan sudah kami kirim ke Balai Kota, surat audiensi pun tak ditanggapi," lanjut Adjit.

Secara hukum, warga menilai kebijakan ini bertentangan dengan regulasi yang ada. Ketua PPPSRS Royal Mediterania Garden Residences, Yohannes, menjelaskan bahwa hunian seharusnya masuk dalam Kelompok II yang diperuntukkan bagi rumah tangga. Sebaliknya, mereka kini dimasukkan ke Kelompok K III yang menyasar kegiatan ekonomi.

"Kami satu kelompok dengan perusahaan perdagangan, mal, perkantoran, pabrik, bahkan pelabuhan laut dan udara," kritik Yohannes.

P3RSI pun mengeluarkan ultimatum. Jika aksi ini kembali tidak mendapat tanggapan, mereka siap menempuh jalur hukum.

"Kalau Pak Gubernur pun tak mau ketemu dengan warganya, maka kami bersama-sama warga rusun se-DKI Jakarta akan mengajukan Uji Materiil ke Mahkamah Agung," ancam Adjit.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI