Skandal Kuota Haji 2024: Belum juga Dipanggil KPK, Apa Peran Yaqut?

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Senin, 21 Juli 2025 | 21:46 WIB
Skandal Kuota Haji 2024: Belum juga Dipanggil KPK, Apa Peran Yaqut?
KPK belum memanggil mantan Menteri Agama Yaqut dalam kasus korupsi kuota haji 2024. [suara.com/novian]

Suara.com - Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 menyisakan polemik serius yang kini berada di bawah sorotan tajam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Lembaga antirasuah ini mengisyaratkan akan segera menaikkan status kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan kuota haji ke tahap penyidikan, sebuah langkah yang membuka kemungkinan adanya penetapan tersangka.

Fokus utama penyelidikan ini tertuju pada dugaan penyelewengan alokasi kuota tambahan yang diterima Indonesia.

Kabar mengenai penyelidikan ini sontak menyita perhatian publik, terutama para calon jemaah haji yang telah menanti bertahun-tahun.

Dugaan korupsi ini berpusat pada tambahan kuota sebanyak 20.000 jemaah yang diberikan oleh Arab Saudi. Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, menyebutkan bahwa ada indikasi kuat penyelewengan dalam pendistribusiannya.

"Ya ini justru itu masih dikaji, ya dugaannya begini ya. Itu kan ada penambahan kuota. Ketika Pak Jokowi ke Saudi di mana Indonesia dapat penambahan kuota 20 ribu. Nah, itu saja dari situ ada dugaan antara pembagian antara haji reguler dengan khusus," ujar Fitroh.

Indikasi yang didalami KPK adalah kuota yang semestinya dialokasikan untuk haji reguler, dialihkan menjadi haji khusus atau furoda.

"Ya mestinya untuk reguler tapi digunakan khusus. Itu saja sih," imbuhnya.

Pansus Haji DPR Gulirkan Hak Angket

Baca Juga: KPK : Bos PT Jembatan Nusantara Jadi Tahanan Rumah

Sebelum KPK meningkatkan intensitas penyelidikannya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah lebih dulu mengambil langkah politis dengan membentuk Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji.

Pembentukan pansus ini disepakati dalam Rapat Paripurna DPR setelah Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR menemukan sejumlah masalah krusial selama pelaksanaan ibadah haji 1445 Hijriah di Arab Saudi.

Salah satu pemicu utama pembentukan pansus adalah kebijakan Kementerian Agama (Kemenag) yang membagi rata kuota tambahan 20.000 jemaah, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

Kebijakan ini dinilai janggal dan tidak sesuai dengan kesepakatan awal dengan Komisi VIII DPR. DPR berpendapat bahwa tambahan kuota seharusnya diprioritaskan untuk memangkas antrean panjang jemaah haji reguler, bukan justru dialihkan ke haji khusus yang bersifat komersial dan tidak memiliki masa tunggu.

Anggota DPR dari Fraksi Golkar, Nusron Wahid, terpilih untuk memimpin Pansus Angket Haji ini. Tujuan pansus tidak hanya mengevaluasi dugaan penyalahgunaan kuota, tetapi juga menelisik manajemen operasional pelayanan haji secara menyeluruh, termasuk soal pemondokan, katering, hingga sistem keuangan haji.

"Kita ingin membangun ekosistem Haji yang jauh lebih baik, transparan, komprehensif hulu hilir, ramah lansia dan perempuan serta memperkuat dimensi lain yang seharusnya juga diperkuat,” kata anggota Pansus, Luluk Nur Hamidah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI