Selanjutnya, SD selaku Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah periode 2018 s.d. 2020.
Dalam perkara ini, ia tidak memastikan terselenggaranya kegiatan operasional Bank yang sesuai dengan manajemen risiko dan melaksanakan kegiatan pengelolaan manajemen risiko oleh seluruh unit kerja Bank Jateng.
“Kajian risiko tidak ditindaklanjuti oleh Analis Kredit melalui mekanisme Trade Checking dan dalam menyusun analisa kredit dibuat dengan data yang tidak diverifikasi dan diyakini kebenarannya terkait data buyer dan supplier data keuangan, sehingga analis belum melakukan perhitungan kemampuan peminjam untuk memenuhi kewajiban pembayaran pinjaman, termasuk pokok dan bunga, sesuai jadwal yang telah disepakati,” jelasnya.
Ia juga ikut menandatangani usulan Memorandum Analisa Kredit yang diajukan oleh PT Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016 hingga 2018.
“SD juga tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis kredit. Tidak menyusun analisa kredit penyediaan dana lainnya atas dasar data yang diterima dan diverifikasi serta diyakini kebenarannya,” ucapnya.
Akibat adanya pemberian kredit secara melawan hukum oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat, Banten; PT Bank DKI Jakarta dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah kepada PT Sritex telah mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp1 triliun.
Meski demikian, saat ini pihak kejaksaan masin dalam proses penghitungan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca Juga: Benang Kusut Korupsi Chromebook Rp1,9 T, Skema Dibahas Jauh Sebelum Pejabat Dilantik