UU Perlindungan Anak Jadi Senjata Polisi Penjarakan Delpedro Marhaen, TAUD: Kriminalisasi Aktivis!

Sabtu, 06 September 2025 | 18:10 WIB
UU Perlindungan Anak Jadi Senjata Polisi Penjarakan Delpedro Marhaen, TAUD: Kriminalisasi Aktivis!
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen (YT HARIS AZHAR)
Baca 10 detik
  • TAUD menilai penggunaan UU Perlindungan Anak untuk menjerat aktivis sebagai bentuk kriminalisasi
  • Aktivitas Delpedro dinilai bertujuan mendidik anak berpikir kritis, bukan memprovokasi
  • Pelarangan suara anak dan aktivis dianggap mengancam demokrasi dan perlindungan anak

Suara.com - Koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD), menyoroti penggunaan Undang-Undang Perlindungan Anak oleh aparat kepolisian untuk menjerat sejumlah aktivis, termasuk Delpedro Marhaeni, dalam kasus demo ricuh.

Anggota TAUD, Sekar Banjaran Aji, menilai penggunaan UU Perlindungan Anak tersebut sebagai bentuk kriminalisasi dan salah kaprah.

Sekar mengatakan, aktivitas yang dilakukan Delpedro bersama sejumlah aktivis justru merupakan bagian dari upaya melindungi anak dengan memberikan pendidikan berpikir kritis.

Ia menekankan bahwa perlindungan anak, tidak hanya sebatas menjaga fisik, melainkan juga menjamin hak mereka untuk memperoleh pengetahuan dan berani bersuara, sebagaimana yang selama ini disuarakan Delpedro.

"Yang dilakukan klien kami itu bukan berarti adalah memprovokasi anak-anak. Yang kami lakukan adalah melindungi anak-anak dengan memberikan pengetahuan yang tepat, memberikan pengetahuan tentang bagaimana untuk terus berpikir kritis," jelas Sekar dalam konferensi pers yang disiarkan melalui akun YouTube YLBHI, Sabtu (6/9/2025).

Karena itu, Sekar menilai, dengan membungkam suara anak-anak dan mereka yang mendampingi, negara justru menihilkan pengalaman serta perspektif generasi muda terhadap situasi yang terjadi.

Ilustrasi perlindungan anak. [Ist]
Ilustrasi perlindungan anak. [Ist]

Lebih jauh, ia mengaitkan persoalan ini dengan kondisi demokrasi. Menurutnya, perlindungan anak tidak akan berjalan efektif tanpa adanya kebebasan berekspresi.

"Tanpa adanya demokrasi, kerja-kerja perlindungan anak tidak akan terjadi. Oleh karena itu jika hari ini suara sebagai hak itu direpresi, maka ini sebenarnya sedang merepresi kerja-kerja perlindungan anak," tegasnya.

Selain menyoroti penyalahgunaan UU Perlindungan Anak, Sekar juga mengecam keras tindakan polisi yang menurutnya kerap mem-framing semua demonstran sebagai “perusuh.”

Baca Juga: Deodoran hingga Celana Dalam Delpedro Nyaris Disita Polisi, Lokataru: Upaya Cari-cari Kesalahan!

Ia menilai pelabelan itu sangat bermasalah, sebab demonstrasi adalah hak konstitusional yang dijamin negara.

"Bagaimana polisi sebagai penegak hukum langsung mem-framing semua orang yang berdemonstrasi sebagai perusuh, itu adalah sebuah permasalahan," ujarnya.

Dituding Provokator

Polda Metro Jaya sebelumnya telah menetapkan 43 orang sebagai tersangka terkait aksi demo ricuh 25 dan 28 Agustus 2025 di Jakarta.

Enam di antaranya adalah Delpedro (Direktur Eksekutif Lokataru Foundation), Muzaffar Salim (staf Lokataru), Syahdan Husein (aktivis Gejayan Memanggil), Khariq Anhar (mahasiswa Universitas Riau sekaligus pegiat media sosial), serta dua orang lain berinisial RAP dan FL.

Polisi menjerat mereka dengan Pasal 160 KUHP, Pasal 45A Ayat 3 juncto Pasal 28 Ayat 3 UU ITE, serta Pasal 87 UU Perlindungan Anak. Mereka dituduh menghasut pelajar dan anak di bawah umur untuk ikut demonstrasi dan melakukan kerusuhan.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI

Mau notif berita penting & breaking news dari kami?