Suara.com - Di tengah sorotan publik terhadap institusi kepolisian, muncul sebuah kisah yang menyejukkan dan memberikan harapan.
Ini adalah cerita tentang Iptu Sri Ulva Baso, seorang perwira polisi wanita (Polwan) yang perjalanannya menjadi bukti bahwa perubahan sejati dimulai dari nurani dan keberanian untuk mengakui kesalahan.
Kisah polwan inspiratif ini bukan dongeng, melainkan sebuah pengakuan jujur yang pernah ia tulis sendiri.
Iptu Ulva, tanpa ragu, membuka masa lalunya yang pernah akrab dengan praktik "amplop"—istilah halus untuk uang suap dari masyarakat.
Namun, pengakuan itu bukanlah akhir, melainkan titik awal transformasinya menjadi salah satu ikon polisi anti korupsi di Indonesia.
Titik Balik di Tanah Papua: Saat Pelatihan Mengusik Nurani
Semua bermula dari sebuah pelatihan yang ia anggap biasa. Saat itu, Iptu Ulva yang kini menjabat sebagai Paur Fasmat SBST Subdit Regident Ditlantas Polda Sulsel, diutus mengikuti pelatihan "Saya Perempuan Anti Korupsi" (SPAK) di Sorong, Papua Barat.
Materi yang disajikan dalam pelatihan itu menghantam kesadarannya. Ia merasa tersudut oleh kebenaran yang dipaparkan.
Dalam tulisannya di laman SPAK Indonesia, ia mengungkapkan pergulatan batinnya.
Baca Juga: Skandal Kuota Haji: Khalid Basalamah Sudah Diperiksa, Kenapa Gus Yaqut Belum 'Disentuh' KPK?
"Materi itu membuat saya terpojok. Bayangkan, beberapa hal yang masuk kategori korupsi sudah pernah saya lakukan! Saya menerima ‘amplop’ dari masyarakat yang dilayani unit saya. Tak hanya menerima, saya juga membaginya dengan rekan kerja," tulis Iptu Ulva.
Kesadaran itu membuatnya teringat pada pesan almarhum ayahnya, yang dulu sempat khawatir jika anaknya menjadi polisi akan tergoda praktik korupsi.
Kata-kata itu, ditambah rasa bersalah yang mendalam, mendorongnya pada sebuah keputusan radikal.
![Iptu Sri Ulva Baso penerima Hoegeng Awards 2025 [Suara.com/Istimewa]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/07/22/62469-polwan.jpg)
Panggilan Telepon yang Mengubah Segalanya
Malam itu di Sorong, dengan hati yang gundah, Iptu Ulva menelepon ibunya di Makassar. Ia memberikan instruksi yang mengejutkan.
"Tolong semua dijual dan uangnya disumbangkan ke rumah yatim," ucapnya kepada sang ibu, merujuk pada mobil, motor, dan perhiasan yang mungkin dibeli dari uang yang tidak halal. Meskipun ibunya kebingungan, Ulva berkeras, "Sudah, Bu. Nanti saya jelaskan. Pokoknya jual semua besok."