Langkah drastis ini adalah penebusan pertamanya. Ia tidak ingin lagi hidup dibayangi oleh harta yang berasal dari sumber yang salah.
Ia bertekad untuk menjadi "Ulva yang baru," seorang polisi yang jujur dan benar-benar mengayomi.
Dari Penyesalan Menjadi Aksi Nyata: Gerakan "Meja Tanpa Laci"
Sekembalinya ke Makassar, Iptu Ulva tidak berhenti pada penyesalan pribadi. Ia mengubah rasa bersalahnya menjadi aksi nyata yang berdampak luas.
Langkah pertamanya adalah menghadap atasannya di Polsek Panakkukang dan meminta izin untuk menyebarkan semangat anti korupsi kepada rekan-rekannya.
Dari sanalah lahir ide-ide cemerlang yang menjadi simbol perubahan.
Meja Tanpa Laci: Ia menginisiasi penggantian meja pelayanan dengan meja tanpa laci.
Ini adalah simbol kuat untuk menghilangkan ruang fisik dan mental bagi praktik pungutan liar (pungli).
"Meja berlaci dulu diasosiasikan dengan tempat menyimpan uang pungutan liar," jelasnya.
Baca Juga: Skandal Kuota Haji: Khalid Basalamah Sudah Diperiksa, Kenapa Gus Yaqut Belum 'Disentuh' KPK?
Transparansi Ruang Pelayanan: Ruang layanan masyarakat dirombak total menjadi terbuka tanpa sekat, menciptakan atmosfer yang lebih akuntabel dan ramah.
Kampanye Terbuka: Tulisan besar "Semua Layanan GRATIS dan Tidak Dipungut Biaya" dipasang dengan jelas.
Brosur dan logo SPAK juga menghiasi setiap meja kerja sebagai pengingat konstan akan komitmen integritas.
Awalnya, ada saja rekan yang mencapnya "sok suci". Namun, dengan dukungan atasan dan keyakinan yang kuat, gerakan ini perlahan diterima dan bahkan diadopsi oleh unit lain, seperti Polres dan Ditlantas Polda Sulsel.
Buah Integritas: Pengakuan dan Hoegeng Awards 2025
Keberanian dan konsistensi Iptu Sri Ulva Baso dalam memperjuangkan budaya anti korupsi dari dalam akhirnya mendapatkan pengakuan tertinggi.